AHLAN WA SAHLAN BI HUDHUURIKUM

SESUNGGUHNYA ISLAM ADALAH AGAMA YANG SEMPURNA. JALAN KEHIDUPAN MANUSIA DARI DUNIA MENUJU ALLAH SWT, RAHMAT DAN SURGANYA. RASULULLAH SAW ADALAH PEMANDU DAN PEMBIMBINGNYA.

Jumat, 24 Desember 2010

Hijrah… Sebagai Manhaj untuk Membangun Umat; Oleh: DR. Muhammad Mahdi Akif

ismillah, was sholatu was salam ala Rasulillah wa man waalaah, selanjutnya… Kita menyambut tahun baru hijriah yang memiliki banyak kabar gembira yang meliputi kita…
Betapa kita butuh pada hari ini memiliki azzam dan kesungguhan untuk mengembalikan kemuliaan dengan semangat dan keteguhan jiwa!! Betapa kita butuh pada hari ini – sementara umat pada saat ini sudah menjadi pengekor bagi musuh-musuhnya – memulai langkah-langkah baru untuk membangunnya kembali!! Dan tahun baru hijrah datang dengan kesaksian-kesaksiannya dan peristiwa-peristiwanya merupakan sebuah manhaj yang memberikan ilham kepada para mukhlisin akan sebuah pondasi bangunan; bahwa hijrah merupakan perpindahan dari fase kesabaran terhadap siksaan di kota Mekkah menuju fase kesabaran terhadap dakwah dan pergerakan dalam risalah Islam. Hijrah dari fase keimanan dan pembinaan individual menuju fase pembangunan masyarakat dan pembentukan umat dengan syariat Allah SWT.
Pembentukan tersebut yang dimulai pada awalnya dengan keimanan yang benar dan kerja yang tiada henti “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-Baqoroh: 218). Bukan berarti lari dan menghindar dari penghadangan (berhadapan dengan musuh), namun merupakan pemisahan antara kebenaran dan kebatilan dengan cara mujahadah (sungguh-sungguh), mengerahkan tenaga dan jiwa dan tadhiyah (pengorbanan), untuk mempersiapkan taktik lain dalam menghadapinya, karena itu Allah menyamakannya dengan jihad di jalan Allah.
Sungguh langkah dan strategi ini tidak akan sukses kecuali dengan mengikuti metode hijrah dan adanya perasaan kebersamaan dengan Allah, tsiqoh yang sempurna akan kemenangan Allah di masa mendatang: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita” (At-taubah: 40).
Dan pertolongan Allah bergantung pada apa yang dihadirkan oleh para generasi umat melalui pengorbanan dengan segala apa yang dimiliki, sekalipun makar dan persekongkolan mengelilingi mereka; disaat mereka menghiasi diri dengan keinginan yang kuat dan semangat yang tinggi; karena Allah berkuasa atas segala perkaranya… “Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya” (Al-Anfal: 30).
Adapun kita, memiliki hijrah yang sebenarnya?!
Hijrah dari kondisi yang lemah menuju penyerahan diri kepada Allah, hijrah dari kehinaan menuju kemuliaan untuk bergerak di jalan iman, hijrah dari kemalasan menuju kesungguhan menghadapi berbagai tantangan kehidupan, hijrah dari kemunduruan yang menghinakan menuju kemajuan dan kemuliaan; sehingga terwujud manhaj hijrah tersebut dalam membina generasi pemuda belia pemberani seperti Imam Ali RA, pemuda yang berani seperti sikap Abdullah bin Abu Bakar, lelaki yang berani berkorban seperti Suhaib, wanita yang punya peran aktif dalam risalah seperti pemilik dua selendang (dzatu nithoqoin), keluarga yang taat seperti sikap keluarga Abu Salamah dan jamaah yang memiliki strategi dan persiapan dan membentuk manusia untuk berkorban dan bekerja di jalan Allah.
Dari situlah cahaya umat akan memancar kembali; jika terwujud hijrah yang sebenarnya; hijrah dari kedzaliman menuju keadilan, dari kedzaliman menuju persamaan, dari penindasan menuju kebebasan, dari kehinaan menuju kemuliaan, dari kenistaan menuju keperkasaan, yang dengannya dapat mengeluarkan diri dari mengekor pada proyek Zionis Amerika – yang telah membebani umat dengan banyak hutang – menuju kesempurnaan ajaran Islam dan ekonomi saling tolong menolong, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi SAW dengan membangun pasar Islam setelah hijrah, menghapus pengangguran dan mendirikan bangunan ekonomi kebersamaan; sehingga tidak ada kefakiran, tidak ada cara, tidak ada alasan dan tidak ada hijrah bagi setiap pemuda untuk lari dari kemiskinan menuju kematian!!
Hijrah dari kondisi lemah dan kekuasaan politik yang meninda dan dzalim menuju meningkatnya keinginan yang kuat untuk membangun peradaban yang integral, terikat hubungan kemanusiaannya dengan Allah yang menguasai langit dan bumi, sehingga dapat menghindar dari buruknya lari dari perang dan perseteruan buta, jahatnya pembunuhan dan kekerasan, dan kejamnya perampasan dan pelecehan hak.
Hijrah yang dapat meningkatnya umat dari kesemrawutan dan perpecahan menuju umat yang satu, diawali dari hijrah dalam piagam madinah yang ditulis oleh Nabi SAW seperti: “inilah tulisan dari Muhammad sang nabi antara orang-orang yang beriman, kaum muslimin dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti dan menyertai mereka serta berjuang bersama mereka.. mereka adalah umat yang satu dari seluruh manusia”.
Marilah kita bangkit; karena hal tersebut tidaklah sulit
Betapa kita saat ini membutuhkan untuk bangkit seperti bangkitnya umat dahulu; membawa tauhid yang murni yang dipersenjatai dengan ilmu yang tinggi, mengikuti warisan para nabi, menyeru dengan cara dialog dan methode yang baik!!
Kita jadikan Islam sebagai sistem kehidupan; baik ekonomi, politik, sosial dan militer, karena hal tersebut tidaklah sulit bagi umat yang memiliki sifat ini; Allah SWT berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (Ali Imron: 110), khususnya terhadap umat yang dijadikan oleh Allah umat yang adil. “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (Al-Baqoroh: 143). Dan sungguh saya heran dengan kondisi umat saat ini yang mengalami hijrah terhadap akal dan wawasan mereka terutama generasi penerusnya untuk dimanfaatkan orang lain, dan menghalangi warganya untuk mendapatkan ilmu!!
Jadi, hijrah merupakan seruan membangun umat, mulai menaikkan posisinya – sekalipun kondisi yang menyedihkan -; dari kehancuran dan peperangan, pecah belah dan penjajahan; karena itu umat membutuhkan kita untuk berusaha yang tiada henti sehingga pertolongan Allah akan datang – dalam waktu dekat -: “Sesungguhnya Kami menolong Rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)” (Al-Mu’min: 51) dan benarlah sabda Nabi SAW yang memberikan kabar gembira kepada kita hakikat ini:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِي الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا

“Sesungguhnya Allah telah memberikan kepadaku bumi maka aku melihat arah timur dan baratnya, dan sungguh umatku akan mencapai kerajaannya sebagaima yang telah ditampakkan kepadaku darinya”. (HR. Muslim)
Harapan yang harus diwujudkan ini oleh kita – sebagai individu, masyarakat dan pemerintahan – adalah;
1. Kita harus memiliki ketsiqohan walaupun krisis yang mendera begitu kuat, dan yakin bahwa kemenangan umat tidak mustahil.
2. Setiap individu hendaknya bertanya pada dirinya sendiri: Apa peran saya dalam pembangunan umat setelah terjadi kegagalan pada seluruh manhaj konvensional?! Khususnya di Negara-negara yang dibuatnya sebelum yang lainnya; dari sosialisme, fasisme dan kapitalisme, tidak ada manhaj bagi kita kecuali manhaj Islam dan merupakan satu-satunya proyek dalam membangun umat.

Bagaimana kita merealisasikan manhaj Islam
Jika kita ingin merealisasikan manhaj Islam maka kita harus memulai dari hijrah; mentauladani rasul; karena beliau merupakan tauladan kita; yaitu diawali dengan hijrahnya seseorang terusir dari kota Mekkah – Nabi SAW dan sahabatnya – dengan menghadirkan jiwa pengorbanan dan diakhiri dengan tamkin (kejayaan) terhadap risalah yang diemban oleh Nabi SAW; menuju risalah-risalah perbaikan terhadap raja-raja dan pemerintah lainnya yang ada dimuka bumi ini.
Jika kita ingin membangun umat atas dasar manhaj Islam maka kita harus memulai dari hijrah; dengan membentuk generasi seperti masa awal, berdasarkan pemahaman, kesadaran dan pengetahuan, baik laki-laki maupun perempuan “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka” (Al-Fath: 29). Generasi yang teguh dengan cinta, kokoh dengan persaudaraan (ukhuwah) “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan” (Al-Hasyr: 9). Dan generasi yang memenuhi janji dalam dakwahnya, mencintai kampungnya, yang selalu mengulang ungkapan Nabi SAW:

أَمَّا وَاللهِ إِنِّيْ لأَعْلَمُ أَنَّكِ خَيْرُ أَرْضِ اللَّهِ وَأَحَبُّ الْأَرْضِ إِلَى اللَّهِ وَلَوْلَا أَنَّ أَهْلَكِ أَخْرَجُونِي مِنْكِ مَا خَرَجْتُ

“Demi Allah, sungguh aku sangat tahu bahwa engkau adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi yang paling dicintai kepada Allah, sekiranya jika wargamu tidak mengusirku darimu maka aku tidak akan keluar’

Saya berterus terang kepada kalian
Saya berterus terang kepada kalian bahwa pembangunan umat berawal pada:
1. Hijrah individual; (karena makna)

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“orang yang berhijrah adalah yang mampu menghijrahkan dirinya terhadap apa yang dilarang Allah” (HR. Bukhari) dari sinilah kita memulai sebuah perubahan; melalui taubat dan meninggalkan maksiat dan dosa;

لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَةُ وَلَا تَنْقَطِعُ التَّوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

“Tidak akan berhenti hijrah hingga berhenti taubat, dan tidak akan berhenti taubat hingga matahari terbit dari arah barat”. (HR. Abu Daud)
2. Hijrah secara jamaah dan Negara… yaitu berhijrah dari saling mencela dan mencaci, melakukan pembunuhan, kedzaliman, kebatilan dan segala yang dimurkai Allah; ketika Nabi SAW ditanya:

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَهْجُرَ مَا كَرِهَ رَبُّكَ عَزَّ وَجَلَّ

“Hijrah apakah yang paling utama wahai Rasulullah: beliau menjawab: hijrah dari apa yang dibenci Allah”.
Jika seluruh isi dunia melakukan hijrah kepada Allah – karena para nabi seluruhnya juga melakukan hijrah kepada Allah -, dan pada hari ini Zionis telah merampas negeri kita, berkorban dengan harta dan kedudukan mereka; dengan alasan “al-hijrah” namun untuk melakukan kerusakan, penjajahan dan perampasan, Amerika menjajah negeri kita untuk merampas kekayaan kita dan menguasai sumber daya kita.. apakah telah datang kepada kita saatnya hijrah kepada Allah secara hakiki, sehingga dapat kita umumkan dengan lantang: Hijrah kepada Allah untuk membebaskan negeri dan melawan serta menghadapi kedzaliman, kerusakan dan penindasan?!

فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Maka barangsiapa yang hijrahnya (ingin mendapat keridhaan) Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya dan wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan”.
Salawat dan salam atas nabi kita Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat dan akhir doa kita adalah bahwa segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam.

Hikmah Hijrah Rasulullah SAW

Hijrah secara makna bahasa berasal dari kata hajara yang berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain[2], pindah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain[3], atau meninggalkan sesuatu[4].
Para ulama kemudian menyatakan bahwa dari peristiwa hijrah Rasulullah SAW memiliki dua makna yang harus diaplikasikan dalam kehidupan kita, yaitu hijrah makani (hijrah dalam konteks fisik) dan hijrah ma’nawi (hijrah pada konteks non fisik).
Hijrah Makani
Jika kita melihat peristiwa Hijrah pada masa Rasulullah SAW, maka kejadian hijrah tersebut dilakukan sebanyak 3 kali: Hijrah yang pertama dilakukan oleh Nabi SAW adalah ke daerah Habasyah/Ethiopia pada th ke-5 bi’tsah (kenabian)[5], ke sebuah daerah diujung Utara Afrika. Para sahabat yang berangkat hijrah ke Habasyah ini bukan orang-orang yang lemah-lemah sebagaimana diperkirakan orang, sebaliknya mereka yang berangkat adalah para sahabat yang tinggi status sosialnya (Utsman ra, Ja’far ra, Abdurrahman bin Auf ra)[6]; bahkan jika kita jeli melihat kitab-kitab Sirah, maka para sahabat yang status sosialnya rendah tidak ikut (Bilal ra, Zaid ra, Yasir ra, Sumayyah ra, Yasir ra, dll). Mengapa demikian? Menurut DR al-Buthy hal ini dikarenakan bahwa sahabat yang kuat-kuat tersebut mulai tidak sabar dan mulai mengadakan perlawanan, padahal tahapannya belum sampai (ingat peristiwa perlawanan yang dilakukan oleh sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash ra). Hal di atas juga terlihat dengan pesan Nabi SAW, kepada Ja’far dan kawan-kawan saat akan berangkat: “Disana ada raja yang tidak menyakiti, bandingkan dengan perkataan Nabi SAW kepada para sahabat yang berangkat hijrah ke Madinah: “Allah sudah menyediakan bagi kalian ikhwan-ikhwan, rumah-rumah dan tempat bekerja.”[7]
Peristiwa hijrah yang kedua dilakukan ke Tha’if (di sebelah Tenggara Makkah)[8]. Peristiwa hijrah yang kedua dilakukan langsung oleh Rasulullah SAW sendiri bersama sahabat Zaid bin Haritsah setelah wafatnya Khadijah ra dan Abu Thalib, dimana siksaan yang dilakukan pada diri Nabi SAW oleh kaum kafir semakin menjadi-jadi, sehingga beliau SAW merasa bahwa Makkah sudah tdk kondusif lagi bagi dakwah, mengapa Tha’if yang dipilih? Sebab yang pertama dikarenakan letaknya yang strategis dari Makkah (100 km), dan dalam perniagaan orang Makkah harus melewati Tha’if. Sebab yang lainnya karena orang Tha’if punya ‘izzah terhadap orang Makkah (berhala Latta sebagai saingan Hubal), sehingga orang Tha’if tidak mau taat pada orang Makkah, dan orang Makkah pun segan pada orang Tha’if. Sebab yang ketiga adalah karena Tha’if tidak pernah sekalipun terlibat peperangan melawan Nabi SAW, termasuk saat perang Ahzab; baru 1 bulan setelah Ramadhan fathu Makkah (Makkah ditaklukkan) orang Tha’if mulai bergerak memerangi Nabi SAW melalui peperangan Hunain[9]. Di Tha’if Nabi SAW hanya menemui 3 orang, tidak sebagaimana di Makkah, beliau SAW mengajak semua orang. Saat hijrah kedua ini beliau ditolak dakwahnya dan dilempari batu serta dianiaya, walaupun demikian saat akan pulang beliau SAW bertemu seorang budak Nasrani bernama Addas yang beriman kepada beliau SAW[10] demikian pula beriman segolongan Jin pada beliau SAW[11], lalu saat pulang ke Makkah beliau SAW meminta perlindungan kepada tokoh Quraisy bernama Muth’im bin Adi[12].
Peristiwa hijrah yang ketiga dilakukan oleh para sahabat ra dan Nabi SAW secara bergelombang ke Madinah (tahun 14 bi’tsah), yang diawali oleh Abu Salamah RA[13], kemudian diikuti kemudian oleh Mush’ab bin Umair RA[14]. Adapun hadits tentang Umar RA yang berhijrah secara terang-terangan di siang hari adalah dha’if maka tidak bisa digunakan sebagai hujjah[15], demikian pula hadits yang menyebutkan beliau SAW saat tiba di Madinah disambut dengan nasyid Thala’al Badru ‘Alayna juga dha’if sanadnya[16], sementara hadits tentang burung dara dan laba-laba yang menutupi pintu gua diperselisihkan sanadnya[17]. Pada saat tersebut Abu Bakar RA saat perjalanan setiap ditanya siapa temannya (Muhammad SAW) menjawab: Ia adalah penunjuk jalanku[18] (yang ia maksudkan penunjuk jalan kepada Islam), hadits ini juga menjelaskan bolehnya melakukan tauriyyah. Dalam kaitan pembahasan ini pula, perlu saya sampaikan bahwa peristiwa Hijrah Nabi SAW tidak terjadi pada bulan Muharram, melainkan berdasarkan hadits shahih terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal[19]. Namun demikian, karena bulan Islam ada 12 bulan[20] dan dimulai dari Muharram, maka penanggalan tahun Hijrah juga dimulai pada bulan Muharram tersebut.
Mengapa orang Madinah begitu mudah masuk Islam? Sebab yang pertama adalah karena interaksi mereka yang intens dengan Yahudi: Yahudi selalu mengancam akan memerangi mereka dengan Nabi yang akan diutus, dan ini berbekas dihati mereka, sehingga saat mendengar ada Nabi, mereka takut didahului oleh Yahudi dalam beriman kepada Nabi SAW. Sebab yang kedua adalah karena di Madinah tidak ada suku/kelompok yang dominan, selalu terjadi peperangan terus-menerus (100 tahun) antar suku yang ada, sehingga situasi kacau dan tidak solid.
Dari peristiwa hijrah makani yang dilakukan oleh Rasulullah SAW di atas kita mendapatkan pelajaran yang dapat kita ambil dan laksanakan di antaranya adalah:
1. Bahwa wajib bagi setiap muslim untuk berusaha mengubah kemunkaran sekuat tenaganya, dan jika ia tidak mampu maka hendaknya ia meninggalkan tempat kemunkaran itu dan tidak berdiam di tempat kemunkaran/kemaksiatan tersebut. Tetapi selama usaha perubahan masih dapat dilakukan walaupun sedikit demi sedikit, maka tidak mengapa ia berdiam di sana sambil terus mengupayakan ishlah hal ini juga berlaku di pemerintahan[21].
2. Bahwa betapa rapinya Nabi SAW dalam merancang dan membuat “program” dakwah, walaupun dakwah ini akan ditolong oleh Allah SAW (In tanshurullaha yanshurkum …), dan beliau SAW adalah seorang Nabi yang dijamin takkan dicelakai dan takkan dapat dikalahkan (wallahu ya’shimuka minan nas …) tetapi beliau SAW tetap menjalani semua sunnatullah dalam keberhasilan dakwahnya sebagaimana manusia biasa lainnya.
3. Bahwa sebagai seorang aktifis dakwah, maka beliau SAW selalu kreatif dengan berusaha mencoba berbagai inovasi baru dalam dakwahnya. Terobosan-terobosan yang beliau SAW lakukan ini nampak dari pemilihan berbagai tempat beserta alasan-alasan yang relevan yang melatar-belakanginya.
4. Bahwa sebagai pemimpin (qiyadah), maka beliau SAW sangat memikirkan masyarakatnya, segala cara beliau SAW usahakan agar para sahabatnya tidak disiksa dan diprovokasi oleh pihak lain, beliau SAW pula yang paling akhir keluar dari Makkah setelah semua sahabatnya selamat.
5. Bahwa boleh bekerjasama dengan seorang fajir atau non muslim sekalipun, jika untuk kemaslahatan dakwah yang jelas, berdasarkan peristiwa Muth’im bin Ady di atas, jika sepanjang bukan ber-muwalah (memberikan loyalitas)[22] pada mereka, melainkan mengadu orang Fajir dengan orang Fajir yang lainnya atau orang zalim dengan orang zalim lainnya[23].
6. Lalu masih bolehkah Hijrah (secara makani) pada saat ini? Bukankah Ada hadits yang berbunyi: La hijrata ba’dal fath (tidak ada lagi hijhrah setelah Fathu Makkah)[24]. Maka Imam Al-Qurthubi menyatakan bahwa hal tersebut adalah dalam kondisi normal, namun hukum tersebut bisa berubah menjadi wajib, mubah ataupun haram tergantung illat (sebab)-nya[25].


___
Catatan Kaki:
[1] Diolah dari makalah ceramah Shubuh (talkshow) saya di mesjid Al-Istiqamah Balikpapan, Ahad 4-Muharram-1429
[2] Ash-Shihhah fil Lughah, II/243
[3] Lisanul ‘Arab, V/250; Tajul ‘Arus, I/3623
[4] Al-Qamus Al-Muhith, I/637
[5] Fathul Bari’, VII/187
[6] Sirah Ibni Hisyam, I/133
[7] Sirah Nabawiyyah, hal. 119
[8] Thabaqat Ibni Ishaq, I/196
[9] Sirah Nabawiyyah Al-Buthy, hal. 123
[10] Sirah Ibni Hisyam, I/381
[11] Shahih Bukhari, VI/73
[12] Ibid, dan lih. Juga Thabaqat Ibni Ishaq, I/196
[13] Shahih Muslim, II/632
[14] Fathul Bari’, VII/260
[15] Difa’ Hadits An-Nabawi, oleh Syaikh Albani
[16] Fathul Bari’, VII.211; Zadul Ma’ad, III/551; Syarhul Mawahib Liz Zarqaniy, I/359-360
[17] Syaikh Albani men-dha’if-kannya, lih. Adh-Dha’ifah, III/339
[18] Fathul Bari’, VII/249
[19] HR Al-Hakim, III/8 dengan sanad-hasan, Ibnu Hajar juga men-shahih-kannya lih. Fathul Bari’, VII/238
[20] QS At-Taubah, 9/36
[21] Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyyah, XXX/356-360
[22] Sehingga ayat yang tepat dalam pembahasan ini, bukan QS Al-Kahfi (18/51) tetapi QS Al-An’am (6/129)
[23] Al-Muhalla, Ibnu Hazm, XII/523-525
[24] HR Bukhari, X/174 no. 2783; dan HR Muslim XII/334 no. 4938
[25] Tafsir Al-Qurthubi, V/35; lih. juga Ibn Arabi dalam Ahkamul Qur’an, II/887

Senin, 20 Desember 2010

Kiamat

Hadis riwayat Abu Hurairah, ia berkata: Bahwa Rasulullah bersabda: Sesungguhnya akan datang seorang lelaki besar gemuk pada hari kiamat yang berat amalnya di sisi Allah tidak seberat sayap seekor nyamuk sekalipun. Bacalah oleh kalian: Maka Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi amalan mereka pada hari kiamat. (Shahih Muslim No.4991)
Hadis riwayat Abdullah bin Masud, ia berkata: Seorang ulama Yahudi datang kepada Nabi dan berkata: Hai Muhammad atau hai Abul Qasim! Pada hari kiamat, Allah menggenggam langit dengan satu jari tangan, bumi dengan satu jari, gunung dan pepohonan dengan satu jari, air dan tanah dengan satu jari, begitu pula semua makhluk yang lain dengan satu jari. Kemudian Dia menggoyangkan mereka semua sambil berfirman: Akulah Raja, Akulah Raja! Rasulullah tertawa kagum mendengar perkataan orang alim itu. Beliau membenarkan keterangan orang itu, kemudian membacakan ayat: Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Shahih Muslim No.4992)
Hadis riwayat Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah bersabda: Allah Taala melipat langit-langit pada hari kiamat, kemudian menggenggam langit-langit itu dengan tangan kanan-Nya, lalu berfirman: Akulah Raja! Manakah orang-orang penguasa yang suka menindas? Manakah orang-orang yang sombong? Kemudian Dia melipat bumi dengan tangan kiri-Nya, lalu berfirman: Akulah Raja! Manakah orang-orang penguasa yang suka menindas? Manakah orang-orang yang sombong? (Shahih Muslim No.4995)

Sabtu, 18 Desember 2010

Amalan bulan Shofar

gravatar

Rabu Wekasan (Rabu Terakhir di Bulan Sofar), turunnya Bala' dalam setahun...




Diterangkan dalam kitab Jawahir, ألله سبحانه وتعالى pada tiap-tiap tahun menurunkan 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) bala’ (bencana) dalam “Rabu Wekasan”, hari Rabu terakhir di bulan Sofar. Pada hari itu disebut hari paling payah.

Untuk itu, para ulama’ mendekatkan diri (taqorrub) kepada الله سبحانه وتعالى agar terhindar dari bala’ yang diturunkan, dengan cara melakukan amalan-amalan yang dianjurkan ajaran agama Islam, seperti sholat, berdo’a, shodaqoh, dan lain sebagainya. Amalan yang biasanya dikerjakan pada hari itu antara lain :

1. Mandi tolak balak, dengan niat sebagai berikut :

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِدَفْعِ الْبَلاَءِ لله تَعَالى

2. Sholat tolak balak 4 raka’at, tiap dua raka’at salam. Adapun surat-surat yang biasanya dibaca setelah Al-Fatihah yaitu : Surat Al-Kautsar 17 kali, Surat Al-Ikhlas 5 kali, Surat Al-Falaq 1 kali dan Surat An-Nas 1 kali. Adapun setelah salam membaca do’a seperti di bawah ini :

بسم الله الرحمن الرحيم . الحمد لله رب العالمين. 
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد واله وصحبه عدد صلوات المصلين عليه.
اللهم يا شديد القوى
ويا شديد المحال يا عزيز 
يا من ذلت لعزتك جميع خلقك اكفنى من شر جميع خلقك 
يا محسن يا مجمل يا متفضل يا منعم يا مكرم يا من لا اله الا انت 
ارحمنى برحمتك يا ارحم الراحمين. 
اللهم بسر الحسن واخيه وجده وابيه وامه وبنيه 
اكفنى شر هذا اليو وما ينزل فيه يا كافى المهمات يا دافع البليات
فسيكفيكهم الله وهو السميع العليم. وحسبنا الله ونعم
الوكيل ولا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم.
اللهم اعصمنا من جهد البلاء ودرك الشقاء وسوء القضاء
وشماتة الاعداء وموت الفجأة ومن
شر السام والبرسام الحمى والبرص والجذام
والاسقام ومن جميع الامراض برحمتك يا ارحم الراحمين. 
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى
اله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.


3. Membuat air salam, yaitu air yang menulis وفق Rabu Wekasan. 
Kemudian dimasukkan ke dalam air, kemudian dido’ai. 
وفق nya seperti di bawah ini : 


Semoga الله سبحانه وتعالى selalu melindungi kita dari mara bahaya.

TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT SUNAT LIDAF'IL BALA PADA RABU TERAKHIR BULAN SHOFAR

Sholat Sunat Lidaf'il Bala Rabu Terakhir bulan Shofar pada tahun ini dilaksanakan pada tanggal 10 Pebruari 2010. dilaksanakan pada pagi hari setelah sholat Isyraq, Isti'adzah dan Istikharah.
Pelaksanaan sholat sunat Lidaf'il Bala diambil dari keterangan yang tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Khomsi halaman 51-52. dilaksanakan pada pagi hari Rabu terakhir bulan Shofar, sebanyak 4 rakaat 2 kali salam. Niatnya :

Setiap rakaat ba'da fatihah membaca :
- Surat al-Kaustar 17 kali,
- Surat al-Ikhlash 5 kali,
- Surat al-Falaq dan an-Nas masing-masing 1 kali


Setelah melaksanakan sholat membaca istighfar :


Artinya:
Saya memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung. Saya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tuhan yang hidup terus dan berdiri dengan sendiri-Nya. Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang banyak berbuat dosa, yang tidak mempunyai daya upaya apa-apa untuk berbuat mudharat atau manfaat untuk mati atau hidup maupun bangkit nanti.
Do'a setelah shalat lidaf'il Bala:

Artinya : "Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dengan kalimat-Mu yang sempurna dari angin merah dan penyakit yang besar di jiwa, daging, tulang dan urat. Maha Suci Engkau apabila memutuskan sesuatu hanyalah berkata kepadanya, "Jadilah" maka "jadilah ia. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Dengan rahmat-Mu, Wahai Dzat Yang Maha Penyayang.
Dalam Kitab “Kanzun Najah” karangan Syekh Abdul Hamid Kudus yang pernah mengajar di Makkatul Mukaramah. Dalam buku tersebut diterangkan bahwa telah berkata sebagian ulama ‘arifin dari ahli mukasyafah (sebutan ulama sufi tingkat tinggi), bahwa setiap hari Rabu di akhir bulan Shafar diturunkan ke bumi sebanyak 360.000 malapetaka dan 20.000 macam bencana. Bagi orang yang melaksanakan shalat Rebo Wekasan atau shalat tolak bala pada hari tersebut sebanyak 4 raka’at satu kali salam atau 2 kali salam dan pada setiap raka’at setelah membaca surat Al Fatihah dilanjutkan dengan membaca surat Al Kautsar 17 kali, surat Al Ikhlas 5 kali, surat Al Falaq 2 kali dan surat An Nas 1 kali. Setelah selesai shalat dilanjutkan membaca do’a tolak bala, maka orang tersebut terbebas dari semua malapetaka dan bencana yang sangat dahsyat tersebut.
Atas dasar keterangan tersebut, maka shalat Rebo Wekasan tidak bersumber dari Hadits Nabi saw dan hanya bersumber pada pendapat ahli mukasyafah ulama sufi. Oleh sebab itu, mayoritas ulama mengatakan shalat Rebo Wekasan tidak dianjurkan dengan alasan tidak ada Hadits yang menerangkannya. Ada pula ulama yang membolehkan melakukan shalat Rebo Wekasan, dengan dalih melakukan shalat tersebut termasuk melakukan keutamaan amal (Fadhailul ‘amal).

Bulan Shofar

Bulan Shofar adalah bulan kedua dalam penaggalan hijriyah.Orang Jahiliyah kuno sering mengatakan bahwa bulan Shofar adalah bulan sial. Bahkan, di dalam dunia modernpun, masih banyak yang meyakini bahwa bulan Muharram (al-Syura’) dan Shofar. Memang benar, pada 10 Muharram (al-Syura’) banyak insiden menimpa para Nabi, sahabat, dan para ulama’. Sehingga, banyak orang yang mengira bahwa membuat acara, seperti mantu (akad Nikah), bangun rumah, akan menimbulkan dampak yang negative.
Terlebas dari beragam pendapat yang berkembang, para ulama’ sholih pernah mengatakan:[1]’’ Sesungguhnya di dalam bulan shofar akan turun sebuah bala’ (musibah) besar pada hari Rabo.[2] Musibah itu akan diturunkan pada hari tersebut. Agar supaya terhindar dari musibah itu, para ulama’ memberikan panduan praktis do’a sebagai berikut:
Konon, ketika kaumnya Nabi Nuh a.s, dan juga A’ad dan tasmud yang ingkar dengan siksaan putting beluang yang sangat memilukan. Konon, agin yang kencang (sorsor) sangat dingin, menusuk hinga tulang sumsum. Apa yang menimpa mereka, sebuah akibat dari sifat kesombongan, dan tidak mempercayai keberadaan tuhan.
Menurut sebagian riwayat, kaum Nabi Nuh a.s memperoleh dua siksaan yang berturut-turut (mustamir):
  1. Pembalasan Tuhan terhadap kaum Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua perinkat. (1) Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan kebun-kebun mereka, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti biasanya.Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih lagi memberi kesempatan kepada mereka untuk sedar akan kesesatan dan kekafiran mrk dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mrk yang bathil kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dengan lebatnya dan terhindar mrk dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mahu percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan ari musibah yang mereka hadapi.
  2. Tentangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawapan dengan dtgnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan.
Melihat sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: “Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah ku janjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta. Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahawa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin taufan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan-bangunan rumah dari dasarnya membawa berterbangan semua perabot-perabot dan milik harta benda dan melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik mereka berlari kesana sini hilir mudik mencari perlindungan .Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu juga kehilangan anaknya sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana angin taufan itu berlangsung selama lapan hari tujuh malam sehingga sempat menyampuh bersih kaum Aad yang congkak itu dan menamatkan riwayatnya dalam keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat yang akan datang.
Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat keadaan kaumnya yang kacau bilau mendengar gemuruhnya angin dan bunyi pohon-pohon dan bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan orang yang meminta tolong dan mohon perlindungan.
Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah ” Al-Ahqaf ” sudah menjadi sunyi senyap dari kaum Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana dimana hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi para penziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya dan bulan Syaaban pada setiap tahun.
Allah SWT berfirman, yang artinya:’’ Kaum ‘Aad pun mendustakan(pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku, Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang” (Q.S al-Qomar (54:18-20).
Beberapa ulama’ tafsir, seperti Imam al-Bagawi menceritakan, bahwa kejadian itu tepat pada hari rabu terahir (Yaumi Nahsin Mustamir) dengan bulan Shofar.[3] Orang Jawa pada umumnya menyebut rabu itu dengan istilah Rabu Wekasan. Artiynya, pada hari itu tuhan menurunkan bergam penyakit dan musibah. Seorang Ulama’ besar yang terkenal dengan panggilan Syeh Al-Buni menyatakan, agar supaya berdo’a pada awal bulan Shofar

[1] . Ali Qudus, Muhammad. Kanju al-Najah wa al-Surur fi al-Adiyati al-Lati Tasrohu al-Sudur’’, hal 23. Seorang Imam Masjdil haram, 1280-1334 H.
[2] . Orang Jawa sering mengatakan bahwa rabu itu disebut dengan ‘’Rabu Wekasan’’ yang artinya rabu terahir pada bulan Shofar.
[3] . Al-Bagawi, Ibnu Masud. Maalimu al-Tanjiil 7/430, Dar al-Toyyibah- 1997

Al-Imam`Abdul Hamid Quds (Mufti dan Imam Masjidil Haram)
Dalam Kanzun Najah Was-Suraar Fi Fadhail Al-Azmina Wash-Shuhaar Banyak Awliya Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual yang tinggi mengatakan bahwa pada setiap tahun, Allah I menurunkan 320.000 macam bala bencana ke bumi dan semua itu pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar, yang dikenal dengan Rabu Wekasan.  Oleh sebab itu hari tersebut menjadi hari yang terberat di sepanjang tahun.
Maka barangsiapa yang melakukan shalat 4 rakaat (Nawafil, sunnah), di mana setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kautsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali; lalu setelah salam membaca do’a di bawah ini, maka Allah  dengan Kemurahan-Nya akan menjaga orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.
Do`a tersebut adalah:
Bismilaahir rahmaanir rahiim
Wa shallallaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Allaahumma yaa syadiidal quwa wa yaa syadidal mihaal yaa ‘aziiza dzallat li’izzatika jamii’u khalqika ikfinii min jamii’i khalqika yaa muhsinu yaa mujammilu yaa mutafadh-dhilu yaa mun’imu yaa mukrimu yaa man laa ilaaha illa anta bi rahmatika yaa arhamar raahimiin
Allaahumma bisirril hasani wa akhiihi wa jaddihi wa abiihi ikfinii syarra haadzal yawma wa maa yanzilu fiihi yaa kaafii fasayakfiyukahumul-laahu wa huwas-samii’ul ‘aliim. Wa  hasbunallaahu wa ni’mal wakiilu wa laa hawla wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim. Wa shallallaahu ta’aalaa ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam Allah  senantiasa tercurah pada junjungan kami, Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya.
Allahumma, Ya Allah, Tuhan Yang Maha Memiliki Kekuatan dan Keupayaan; Ya Allah, Tuhan Yang Mahamulia dan karena Kemuliaan-Mu itu, menjadi hinalah semua makhluk ciptaan-Mu, peliharalah aku dari kejahatan makhluk-Mu; Ya Allah, Tuhan Yang Maha Baik Perbuatan-Nya; Ya Allah, Tuhan Yang Memberi Keindahan, Keutamaan, Kenikmatan dan Kemuliaan; Ya Allah, Tiada Tuhan kecuali hanya Engkau dengan Rahmat-Mu Yang Maha Penyayang.
Allaahumma, Ya Allah, dengan rahasia kemuliaan Sayyidina Hasan ra dan saudaranya (Sayyidina Husein ra), serta kakeknya (Sayyidina Muhammad saw) dan ayahnya (Sayyidina `Ali bin Abi Thalib ra), peliharalah aku dari kejahatan hari ini dan kejahatan yang akan turun padanya; Ya Allah, Tuhan Yang Maha Memelihara, cukuplah Allah Yang Maha Memelihara lagi Maha Mengetahui untuk memelihara segalanya.  Cukuplah Allah tempat kami bersandar; tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.  Amin.
Dan Syaikh Albani y berkata, “Sesungguhnya Allah  menurunkan bala bencana pada akhir Rabu bulan Shafar (Wekasan) antara langit dan bumi.  Bala bencana itu diambil oleh malaikat yang ditugaskan untuknya dan diserahkannya kepada Wali Qutub al-Ghawts, lalu wali tersebut yang membagi-bagikannya ke seluruh alam semesta; maka apa yang terjadi di muka bumi ini, baik kematian, musibah atau kesulitan dan sebagainya adalah bagian dari bala bencana yang dibagi-bagikan oleh Wali Qutub tersebut.  Barang siapa yang menginginkan keselamatan dari hal-hal tersebut, hendaklah ia melakukan shalat 6 rakaat, di mana setiap rakaat setelah al-Fatiha dibaca ayatul Kursi dan surat al-Ikhlash.  Kemudian dilanjutkan dengan shalawat atas Nabi saw dan membaca do’a berikut:
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Allaahumma innii as-aluka bi asmaa-ikal husnaa wa bikalimatikat-tammaati wa bi hurmati nabiyyika muhammadin shallallaahu ‘alayhi wa aalihii wa sallama an tahfazhanii wa antu’aa fiyanii min balaa-ika/Yaa daafi’al balaayaa/yaa mufarrijal hamm/yaa kasyifal ghamm/ iksyif ‘anni maa kutiba ‘alayya fii hadzihis-sanati min hammin aw gham/innaka ‘alaa kulli syay-in qadiir/wa shallalaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihii wa sallama tasliima

Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang Allaahumma, Ya Allah, sesungguhnya aku mohon dengan kemuliaan asma-Mu, dengan kalimat-Mu yang sempurna dan dengan kehormatan Nabi-Mu, Muhammad saw, sudilah kiranya Engkau memeliharaku dari segala bala bencana-Mu; Ya Allah, Tuhan Penolak Segala Bencana; Ya Allah, Tuhan Yang Menghilangkan Kesulitan dan Penyingkap Kesedihan, hilangkanlah dari sisiku apa-apa yang telah Engkau tentukan kejadiannya atas diriku pada tahun ini dari segala kesulitan dan kesedihan; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa untuk melakukan apa saja; dan semoga shalawat dan salam Allah senantiasa tercurah pada junjungan kami, Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya.  Amin

Sabtu, 11 Desember 2010

Tragedi Karbala 10 Muharram 61 H

 Rasulullah SAW bersabda:
Telah datang malaikat Jibril di sisiku, lalu dia mengabarkan kepadaku bahwa Husein akan dibunuh di Syaththil Furaats (Karbala). (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya (1/85); dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dengan beberapa syawahid (penguat-penguat hadits tersebut) dalam kitabnya Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, jilid III, hal. 159-162) Pada hari Asyura, 10 Muharram 61 H, terjadilah Tragedi Karbala.
Peristiwa Karbala yang menimpa Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib (sa)
jauh sebelumnya telah diberitakan oleh malaikat Jibril kepada
Rasulullah saw. Ummu Salamah isteri tercinta Rasulullah saw
menuturkan: Ketika hendak tidur Rasulullah saw gelisah, ia berbaring
kemudian bangun, berbaring dan bangun lagi. Aku bertanya kepadanya:
Mengapa engkau gelisah ya Rasulallah? Rasulullah saw menjawab: “Baru
saja Jibril datang kepadaku memberitakan bahwa Al-Husein akan terbunuh
di Karbala. Ia membawa tanah ini dan simpanlah tanah ini. Jika tanah
ini kelak telah berubah warna menjadi merah pertanda Al-Husein telah
terbunuh.” Ummu Salamah menyimpan tanah itu.

Al-Husein (sa) mengajak keluarganya dan sahabat-sahabat Nabi saw yang
masih hidup saat itu untuk bergabung bersamanya. Sebelum meninggalkan
kota Madinah, Al-Husein (sa) pergi berziarah ke pusara kakeknya
Rasulullah saw. Di kubur Kakeknya ia membaca doa dan menangis hingga
larut malam dan tertidur. Dalam tidurnya ia mimpi Rasulullah saw
datang kepadanya, memeluknya dan mencium keningnya. Dalam mimpinya
Rasulullah saw berpesan: “Wahai Husein, ayahmu, ibumu dan kakakmu
menyampaikan salam padamu, mereka rindu kepadamu ingin segera berjumpa
denganmu. Wahai Husein, tidak lama lagi kamu akan menyusulku dengan
kesyahidanmu.” Lalu Al-Husein terbangun.

Di kubur kakeknya Al-Husein berjanji dan bertekah untuk menegakkan
keadilan dan kebenaran, menyampaikan Islam sebagaimana yang
dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Ia mendatangi
keluarganya dan mengajak sebagian sahabat-sahabat Nabi saw yang masih
hidup saat itu untuk bergabung bersamanya.

Ketika akan meninggalkan kota Madinah menuju ke Irak, Al-Husein pamet
kepada Ummu Salamah, ia menangis dan mengantarkannya dengan linangan
air mata, ia terkenang saat bersama Rasulullah saw dan teringat akan
pesan yang disampaikan kepadanya.

Kini Al-Husein dan rombongannya berangkat menuju Irak. Karena lelahnya
perjalanan yang cukup jauh, Al-Husein dan rombongan yang tidak lebih
dari 73 orang berhenti di padang Karbala. Rombongan Al-Husein (sa)
terdiri dari keluarganya dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka
memancangkan kemah-kemah di padang Karbala untuk berteduh dari
sengatan panas matahari dan istirahat karena lelahnya perjalanan yang
cukup jauh.

Deru suara kuda terdengar dari kejauhan. Semakin lama suara itu
semakin jelas bahwa suara itu adalah suara deru kuda pasukan Ibnu
Ziyad yang jumlahnya ribuan. Rombongan Al-Husein yang jumlahnya tidak
lebih dari 73 orang terdiri dari: anak-anak kecil dan wanita dari
keluarganya, dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka harus
berhadapan dengan ribuan pasukan Ibnu Ziyad gubernur pilihan Yazid bin
Muawiyah.

Karena jauhnya perjalanan Al-Husein dan rombongannya kehabisan bekal.
Mereka dalam keadaan haus dan lapar. Sebagian dari mereka berusaha
mengambil air dari sungai Efrat, tapi mereka dihadang oleh pasukan
Ibnu Ziyah. Mereka tetap berusaha keras mengambil air untuk
dipersembahkan kepada Al-Husein dan keluarganya serta rombongan yang
kehausan. Tapi mereka gagal karena diserang oleh anak-anak panah
pasukan Ibnu Ziyah, dan mereka berguguran menjadi syuhada’.

10 Muharram 61 H, pasukan Ibnu Ziyad mulai melakukan serangan pada
rombongan Al-Husein yang dalam keadaan haus dan lapar. Salah seorang
pasukan melancarkan anak panah pada leher anak Al-Husein yang masih
bayi dan berada dalam pangkuan ibunya, sehingga mengalirlah darah dari
lehernya dan meninggallah bayi yang tak berdosa itu.

Pada sore hari 10 Muharram 61 H, pasukan Al-Husein banyak yang
berguguran. Sehingga Al-Husein (sa) tinggallah seorang diri dan
beberapa anak-anak dan wanita. Dalam keadaan haus dan lapar di depan
pasukan Ibnu Ziyad , Al-Husein (sa) berkata: “Bukalah hati nurani
kalian, bukankah aku adalah putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw.
Pandanglah aku baik-baik, bukankah baju yang aku pakai adalah baju
Rasululah saw.”

Tapi sayang seribu sayang karena emeng-emeng hadiah jabatan dan materi
dari Ibnu Ziyah dan Yazid bin Muawiyah, kecuali Al-Hurr pasukan Ibnu
Ziyad tidak memperdulikan ajakan Al-Husein (sa), mereka menyerang Al-
Husein yang tinggal seorang diri. Serangan itu disaksikan oleh Zainab
(adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan
rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak.
Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan anak-anak panah pada tubuh Al-Husein,
dan darah mengalir dari tubuhnya yang sudah lemah. Akhirnya Al-Husein
terjatuh di tengah-tengah mayat para syuhada’ dari pasukannya.

Melihat Al-Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu
Ziyah turun dari kudanya, menginjak-injakkan kakinya ke dada Al-
Husein, lalu menduduki dadanya dan menghunus pedang, kemudian
menyembelih leher Al-Husein yang dalam kehausan, sehingga terputuslah
lehernya dari tubuhnya. Menyaksikan peristiwa yang tragis ini Zainab
dan isterinya serta anak-anak kecil menangis dan menjerit tragis.
Tidak hanya itu kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Al-Husein yang
berlumuran ke kemah Zainab. Semakin histeris tangisan Zainab dan
isterinya menyaksikan kepala Al-Husein yang berlumuran darah berada di
dekatnya.

Zainab menangis dan menjerit, jeritannya memecah suasana duka. Ia
merintih sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al-
Hasan meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus
menyaksikan kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan
lapar.

Ya Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini. Al-Husein telah
meninggalkan kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar.
Dibantai oleh ummatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya
Rasulallah Akankah mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka
menghinakan keluargamu, dan membantai Al-Husein yang paling engkau
cintai?

10 Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun
mewarnai kemerahan ufuk barat, saat itulah tanah Karbala memerah
oleh darah Al-Husein (sa) dan para syuhada’ Karbala. Bumi menangis,
langit dan penghuinya berduka atas kepergian Al-Husein (sa) pejuang
kebenaran dan keadilan.

Dari sebagian sumber riwayat menuturkan bahwa sejak kepergian Al-
Husein dari Madinah Ummu Salamah selalu memperhatikan tanah yang
dititipkan oleh Rasulullah saw, saat Al-Husein terbunuh tanah itu
berubah warna menjadi merah, Ummu Salamah menangis, teringat pesan-
pesan Rasulullah saw dan terkenang saat-saat bersamanya.

Kini rombongan Al-Husein (sa) yang masih hidup tinggallah: Zainab dan
isterinya, Ali putra Al-Husein yang sedang sakit, dan sisa
rombongannya yang masih hidup yang terdiri dari anak-anak dan wanita.
Mereka diikat rantai dan digiring dalam keadaan haus dan lapar, dari
karbala menuju kantor gubernur Ibnu Ziyad yang kemudian mereka
digiring ke istana Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Dalam keadaan
lemah, lapar dan haus, mereka dirantai dan digiring di sepanjang jalan
kota Kufah. Mereka disaksikan oleh penduduk Kufah yang berbaris di
sepanjang jalan. Mereka menundukkan kepala, malu dengan sorotan mata
yang memandangi mereka.

Kini sisa rombongan Al-Husein digiring ke istana Yazid bin Muawiyah.
Sebagian pasukan membawa kepala Al-Husein untuk dipersembahkan kepada
Yazid. Dengan mempersembahkan kepala Al-Husein dan tawanan wanita dan
anak kecil yang sebagian dari mereka adalah cucu dan keturunan Nabi
saw, mereka berharap mendapatkan imbalan jabatan dan materi
sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Yazid bin Muawiyah. Kini tiba
saatnya Yazid, Ibnu Ziyad, para pejabat dan pasukannya berpesta di
istana, merayakan kemenangannya.

Duhai para pejuang kebenaran dan keadilan, hati siapa yang tidak
teriris dan berduka menyaksikan tragedi Karbala?

Duhai para pecinta Rasulullah dan keluarganya, hati siapa yang tidak
merasa sedih dan iba menyaksikan keluarga Nabi saw dirantai dan
digiring di sepanjang kota Kufah
dalam keadaan haus dan lapar lalu dihinakan di istana Yazid bin
Muawiyah?

Duhai kaum muslimin dan ummat Rasulullah saw, peristiwa apalagi dalam
sejarah manusia yang lebih tragis dari peristiwa Karbala?

Duhai orang-orang yang lemah dan tertindas, hati siapa yang tidak 
tesentuh dan terbangkitkan oleh semangat darah Al-Husein dan para
syuhada’ Karbala?

Duhai kaum muslimin dan mukminin ummat Rasulullah saw, masih adakah
hati yang keberatan menyampaikan salam dan ziarah kepada Al-Husein
(sa) dan para syuhada’ Karbala?

Rabu, 08 Desember 2010

Amalan 10 Muharam

Dalam kitab I‘anatut Thalibin, salah satu kitab yang banyak digunakan dalam mazhab Asy-Syafi‘iyyah, pada jilid 2 hal 267, disebutkan bahwa memang banyak amal-amal yang sering dilakukan pada momentum bulan Muharram.

Beliau –An-Nawawi- mengutip nazham yang disusun anonim (tanpa nama pengarang) berkaitan dengan amalan di bulan Muharram itu yaitu:

صم صل زر عالما واكتحل....رأس اليتيم امسح تصدق واغتسل

..وسع على العيال قلم ظفرا ....وسورة الاخلاص قل ألفا تصل

Puasalah, shalatlah (sunnah), kunjungi orang alim, pakailah celak mata, kepala anak yatim usaplah (beri santunan kasih sayang), bersedekahlah dan mandilah (sunnah)

Luaskan belanja, potonglah kuku, bacalah surat Ihklas 1000 kali.

Namun penyusun kitab ini mengatakan bahwa hanya dua saja yang memiliki dasar kuat yaitu sunah puasa dan meluaskan belanja. Sedangkan selebihnya kebanyakan haditsnya dahif dan sebagian lagi mungkar maudhu‘.

1. Puasa Asyuro dan Tasu'a

Yang berkaitan dengan puasa adalah puasa sunah yaitu pada hari kesepuluh dan kesembilan di bulan itu. Sering juga disebut dengan ‘Asyuro dan Tasu‘a. Banyak sekali dalil yang menerangkan hal ini, antara lain:

Dari Abu Hurairoh RA ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “Shaum yang paling utama setelah shaum Ramadhan adalah shaum dibulan Alloh Muharram. Dan sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam” (HR Muslim 1162)

Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA berkata: “Wahai penduduk Madinah, di mana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ini hari Assyura, dan Alloh tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia berbuka” (HR Bukhari 2003)

Rasulullah SAW bersabda: “Shaumlah kalian pada hari 'Assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya” (HR Ath-Thahawy dan Al-Baihaqy serta Ibnu Khuzaimah 2095)

Sedangkan amal lainnya –selain puasa dan meluaskan belanja- sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi, adalah amal yang dasar hukumnya lemah.

2. Meluaskan Belanja
Dari hadits Abi Said Al-Khudhri ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapa yang meluaskan belanja kepada keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan meluaskan atasnya belanja selama setahun.

Oleh sebagian ulama hadits, hadits ini dilemahkan, namun sebagian lainnya mengatakan hadits ini shahih, lalu sebagian lainnya mengatakan hasan. Yang menshahihkan di antaranya adalah Zainuddin Al-Iraqi dan Ibnu Nashiruddin. As-Suyuthi dan Al-Hafidz Ibnu Hajarmengatakan bahwa karena begitu banyaknya jalur periwayatan hadits ini, maka derajat hadits ini menjadi hasan bahkan menjadi shahih.

Sehingga Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya Al-Ikhtiyarat termasuk yang menganjurkan perbuatan ini di hari Asyura.
3. Bersedekah
Siapa yang puasa hari Asyura, dia seperti puasa setahun. Dan siapa yang bersedekah pada hari itu, dia seperti bersedekah selama setahun.

Pada hari itu juga disunnahkan untuk bersedekah, menurut kalangan mazhab Malik. Sedangkan mazhab lainnya, tidak ada landasan dalil yang secara khusus menyebutkan hal itu dan kuat derajat haditsnya. Karena mereka mendhaifkan hadits di atas.

Sebenarnya amal-amal itu semua baik-baik saja, selama tidak dikaitkan dengan momentum tertentu. Sehingga yang jadi titik masalah adalah dikaitkannya amal-amal itu dengan momen Muharram dengan keyakinan bahwa bila dilakukan di waktu lain, tidak sebesar itu pahalanya. Karena dasar haditsnya memang lemah, bahkan sebagian dhaif dan mungkar.

Namun kita harus pahami bahwa amaliyah seperti ini buat sebagain kalangan umat sudah diajarkan dan dipraktekkan, meski sebagian haditsnya dikritik oleh banyak kalangan. Dan selama masih ada kritik, sebenarnya merupakan ikhtilaf di kalangan ulama hadits.

Amalan Tahun Baru Islam

Doa Awal Tahun & Doa Akhir Tahun Barangsiapa yang membaca doa awal tahun ini, insya Allah dirinya akan terpelihara daripada gangguan dan godaan syaitan di sepanjang tahun tersebut.
Doa Awal Tahun:

doa awal tahun
Maksudnya:Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.Wahai Tuhan, Engkaulah yang kekal abadi, yang qadim. yang awal dan ke atas kelebihanMu yang besar dan kemurahanMu yang melimpah dan ini adalah tahun baru yang telah muncul di hadapan kami. Kami memohon pemeliharaan dariMu di sepanjang tahun ini dari syaitan dan pembantu-pembantunya dan tentera-tenteranya dan juga pertolongan terhadap diri yang diperintahkan melakukan kejahatan dan usaha yang mendekatkanku kepadaMu Wahai Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Mulia. Wahai Tuhan Yang Maha pengasih dari mereka yang mengasihi dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad. Nabi yang ummi dan ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan kesejahteraan ke atas mereka.

Barangsiapa yang membaca doa akhir tahun ini, maka syaitan akan berkata:
“Hampalah kami di sepanjang tahun ini”.

Doa Akhir Tahun:
doa akhir tahun
Maksudnya:
Allah SWT berselawat ke atas penghulu kami Muhammad SAW, ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kesejahteraan ke atas mereka.
Wahai Tuhan, apa yang telah aku lakukan dalam tahun ini daripada perkara-perkara yang Engkau tegah daripada aku melakukannya dan aku belum bertaubat daripadanya. Sedangkan Engkau tidak redha dan tidak melupakannya. Dan aku telah melakukannya di dalam keadaan di mana Engkau berupaya untuk menghukumku, tetapi Engkau mengilhamkanku dengan taubat selepas keberanianku melakukan dosa-dosa itu semuanya. Sesungguhnya aku memohon keampunanMu, maka ampunilah aku. Dan tidaklah aku melakukan yang demikian daripada apa yang Engkau redhainya dan Engkau menjanjikanku dengan pahala atas yang sedemikian itu. Maka aku memohon kepadaMu.
Wahai Tuhan! Wahai yang Maha Pemurah! Wahai Yang Maha Agung dan wahai Yang Maha Mulia agar Engkau menerima taubat itu dariku dan janganlah Engkau menghampakan harapanku kepadaMu Wahai Yang Maha Pemurah. Dan Allah berselawat ke atas penghulu kami Muhammad, ke atas ahli keluarga dan sahabat-sahabatnya dan mengurniakan kesejahteraan ke atas mereka.
Penentuan pergantian tahun baru Islam belum ada di zaman Rasulullah SAW. Penentuan itu baru dilakukan di zaman khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu, setelah sebelumnya ada beberapa pendapat yang berbeda tentang momentum yang akan dipakai sebagai penanda awal penanggalan Islam.

Sebagian ada yang mengusulkan peristiwa kelahiran Nabi SAW. Sebagian lagi mengusulkan momentum diangkatnya beliau menjadi rasul. Ada juga yang mengusulkan momentum perang Badar, Perjanjian Hudaibiyah, Fathu Mekkah dan tahun wafatnya beliau SAW.

Namun akhirnya para shahabat sepakat bahwa momentum awal tahun baru adalah tahun dimana Rasullulah SAW melaksanakan hijrah dari Mekkah ke Madinah.

Maka kalau pertanyaan : adakah contoh dari nabi untuk shalat atau puasa khusus pada malam tahun baru Islam, jawabnya sudah pasti tidak ada. Sebab awal tahun baru Islam baru ditetapkan setelah nabi SAW wafat.

Tapi kalau pertanyaannya, adakah amalan khusus yang dilakukan di bulan Muharram, maka jawabannya pasti ada. Sebab bulan Muharram tidak ada kaitannya dengan tahun baru. Bulan Muharram sudah ada sejak zaman nabi-nabi terdahulu. Bahkan orang-orang yahudi malah berpuasa pada tanggal 10 Muharram.

Amalan Bulan Muharram dan Dalil-dalilnya

Dalam kitab I‘anatut Thalibin, salah satu kitab yang banyak digunakan dalam mazhab Asy-Syafi‘iyyah, pada jilid 2 hal 267, disebutkan bahwa memang banyak amal-amal yang sering dilakukan pada momentum bulan Muharram.

Beliau –An-Nawawi- mengutip nazham yang disusun anonim (tanpa nama pengarang) berkaitan dengan amalan di bulan Muharram itu yaitu:

صم صل صل زر عالما عد واكتحل * * رأس اليتيم امسح تصدق واغتسل وسع على العيال، قلم ظفرا * * وسورة الاخلاص قل ألفا تصل

Hendaklah kamu berpuasa, shalat sunnah, bersilaturrahim, kunjungilah orang alim, tengoklah orang sakit, pakailah celak mata.

Usaplah kepala anak yatim, bersedakah dan mandi janabah sunnah

Luaskan belanja, potong kuku, baca surat Ihklas 1000 kali maka kamu akan sampai.

Namun penyusun kitab ini mengatakan bahwa hanya dua saja yang memiliki dasar kuat yaitu sunah puasa dan meluaskan belanja. Sedangkan selebihnya kebanyakan haditsnya dahif dan sebagian lagi mungkar maudhu‘.

Puasa Asyuro dan Tasu'a

Yang berkaitan dengan puasa adalah puasa sunah yaitu pada hari kesepuluh dan kesembilan di bulan itu. Sering juga disebut dengan ‘Asyura dan Tasu‘a. Banyak sekali dalil yang menerangkan hal ini, antara lain:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : "أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ. وَأَفْضَلُ الصََّلاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صََلاةُ اللَّيْلِ".صحيح مسلم

Dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “Shaum yang paling utama setelah shaum Ramadhan adalah shaum di bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah shalat malam” (HR Muslim 1162)

Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA berkata: “Wahai penduduk Madinah, di mana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ini hari Assyura, dan Alloh tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia berbuka” (HR Bukhari 2003)

Rasulullah SAW bersabda: “Shaumlah kalian pada hari 'Assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya” (HR Ath-Thahawy dan Al-Baihaqy serta Ibnu Khuzaimah 2095)

Sedangkan dalil tentang berpuasa dari 9 hari di awal Muharram, haditsnya ternyata maudhu' alias palsu.

روي عن أنس عن النبي أنه قال: "من صام تسعة أيام من أول المحرم بنى الله له قبة في الهواء ميلا في ميل لها أربعة أبواب".

Diriwayatkan dari Anas dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda,"Orang yang berpuasa 9 hari di awal bulan Muharram, Allah telah membangunkan untuknya kubah di udara yang luas memiliki 4 pintu.

Hadits ini dikatakan sebagai hadits palsu oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhu'at. Asy-Syaukani dan Ibnu Hibban juga senada mengatakan bahwa hadits ini palsu.



وعن ابن عباس رضي الله عنهما، عن النبي قال: "من صام آخر يوم من ذي الحجة، وأول يوم من المحرم، فقد ختم السنة الماضية، وافتتح السنة المستقبلة بصوم، جعله الله كفارة خمسين سنة".

Sedangkan amal lainnya –selain puasa dan meluaskan belanja- sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi, adalah amal yang dasar hukumnya lemah.

Meluaskan Belanja

Dari hadits Abi Said Al-Khudhri ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapa yang meluaskan belanja kepada keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan meluaskan atasnya belanja selama setahun.

Oleh sebagian ulama hadits, hadits ini dilemahkan, namun sebagian lainnya mengatakan hadits ini shahih, lalu sebagian lainnya mengatakan hasan. Yang menshahihkan di antaranya adalah Zainuddin Al-Iraqi dan Ibnu Nashiruddin. As-Suyuthi dan Al-Hafidz Ibnu Hajarmengatakan bahwa karena begitu banyaknya jalur periwayatan hadits ini, maka derajat hadits ini menjadi hasan bahkan menjadi shahih.

Sehingga Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya Al-Ikhtiyarat termasuk yang menganjurkan perbuatan ini di hari Asyura.

* Bersedekah

Siapa yang puasa hari Asyura, dia seperti puasa setahun. Dan siapa yang bersedekah pada hari itu, dia seperti bersedekah selama setahun.

Pada hari itu juga disunnahkan untuk bersedekah, menurut kalangan mazhab Malik. Sedangkan mazhab lainnya, tidak ada landasan dalil yang secara khusus menyebutkan hal itu dan kuat derajat haditsnya.Karena mereka mendhaifkan hadits di atas.

Sebenarnya amal-amal itu semua baik-baik saja, selama tidak dikaitkan dengan momentum tertentu. Sehingga yang jadi titik masalah adalah dikaitkannya amal-amal itu dengan momen Muharram dengan keyakinan bahwa bila dilakukan di waktu lain, tidak sebesar itu pahalanya. Karena dasar haditsnya memang lemah, bahkan sebagian dhaif dan mungkar.

Namun kita harus pahami bahwa amaliyah seperti ini buat sebagain kalangan umat sudah diajarkan dan dipraktekkan, meski sebagian haditsnya dikritik oleh banyak kalangan. Dan selama masih ada kritik, sebenarnya merupakan ikhtilaf di kalangan ulama hadits.

Doa Pada Hari 'Asyura

حَسْبُنَااللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

سُبْحَانَ اللَّهِ مِلْءَالْمِيْزَانِ وَمُنْتَهَى الْعِلْمِ وَمَبْلَغَ الرِّضَاوَزِنَةَالْعَرْشِ

لاَمَلْجَأَ وَلاَمَنْجَأَ مِنَ اللَّهِ اِلاَّ اِلَيْهِ سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَالشَّفْعِ وَالْوِتْرِ

وَعَدَدَكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ كُلِّهَانَسْأَلُكَ السَّلاَمَةَبِرَحْمَتِكَ يَااَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَاِلاَّبِاللَّهِ الْعَلِىِّ الْعَظِيْمِ

وَهُوَحَسْبُنَ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ



"Hasbunallahu wani'mal wakiilu ni'mal maulaa wani'man nashiiru

Subhanallahi mil-al miizaani wa muntahal 'ilmi wa mablaghar ridhaa wazinatal 'arsyi

Laa malja-a walaa manja-a minallahi illa ilaihi subhaanallahi 'adadasy syaf'ir wal witri

Wa 'adada kalimaatillahittaammaati kulliha nas-alukas salaamata birahmatika yaa arhamar raahimina

Walaa haula walaa quwwata illa billahil 'aliyyil 'azhiimi

Wa huwa hasbuna wa ni'mal wakiilu ni'mal maulaa wa ni'man nashiiru

Wa shallalahu 'alaa sayyidina muhammadin wa 'alaa aalihi washahbihii wasallam"

Artinya:

"Cukuplah Allah menjadi sandaran kami, dan Dia sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik kekasih, dan sebaik-baik Penolong. Maha Suci Allah sepenuh timbangan, sesempurna ilmu, sepenuh keridhaan dan timbangan 'arsy. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari Allah, kecuali hanya kepada-Nya. Maha Suci Allah sebanyak bilangan genap dan ganjil, dan sebanyak kalimat Allah yang sempurna, kami memohon keselamatan dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Paling Penyayang diantara semua yang penyayang. Dan tiada daya upaya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Dan Dialah yang mencukupi kami, sebaik-baik Pelindung, sebaik-baik kekasih, dan sebaik-baik Penolong. Semoga rahmat dan salam Allah tetap tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad, teriring keluarga dan sahabat beliau."

Selasa, 07 Desember 2010

Peristiwa Bersejarah Di Bulan Muharam

     Bulan Muharam merupakan bulan keberkatan dan rahmat kerana bermula dari bulan inilah berlakunya segala kejadian alam ini. Bulan Muharam juga merupakan bulan yang penuh sejarah, di mana banyak peristiwa yang berlaku sebagai menunjukkan kekuasaan dan kasih sayang Allah kepada makhluk-nya.
     Pada bulan ini juga, Allah mengurniakan mujizat kepada Nabi-Nabi-nya sebagai penghormatan kepada mereka dan juga limpah kurnianya yang terbesar yaitu ampunan dan keridhaan bagi hambanya. Sebagai tanda kesyukuran kepadanya, maka hamba-hambanya mempersembahkan ibadah mereka (antara mereka dengan Allah) sebagai hadiah kepada Allah, namun dengan itu, masih belum dapat lagi membalas kurniaan Allah yang sungguh bernilai.
     Said bin Jubair dari Ibnu Abbas r.a berkata: Ketika Nabi saw baru berhijrah ke Madinah, maka mereka dapati kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura (10 Muharam). Maka mereka pun bertanya kepada kaum Yahudi tentang puasa mereka itu. Mereka menjawab, “Hari ini Allah SWT memenangkan Musa dan Bani Israel terhadap Firaun dan kaumnya, maka kami berpuasa sebagai mengagungkan hari ini. Maka sabda Nabi saw: “Kami lebih layak mengikuti jejak langkah Musa dari kamu.”
     Maka Nabi saw pun menyuruh para sahabat agar berpuasa. Antara lain kelebihan 10 Muharam ialah barangsiapa yang melapangkan rezeki pada keluarganya, maka Allah akan meluaskan rezekinya sepanjang tahun ini. Terdapat juga sebuah hadis meriwayatkan, “Barangsiapa yang berpuasa pada hari Asyura, maka dapat menebus dosa satu tahun.” Maksud hadis ini ialah hari yang kesepuluh Muharam (Asyura) merupakan hari dan bulan kemuliaan kerana pada sesiapa yang berpuasa pada hari inilah, Allah membersihkan dan menebus dosa-dosa mereka yang lampau."
     Bulan Muharam merupakan satu-satunya bulan yang teristimewa kerana banyak peristiwa yang bersejarah berlaku pada bulan ini disamping ganjaran pahala yang besar kepada sesiapa yang beribadah pada bulan ini sepertimana terdapat dalam satu hadis:
     “Sesiapa yang berpuasa pada hari Asyura (10 Muharam), maka Allah akan memberi kepadanya pahala sepuluh ribu malaikat dan juga akan diberi pahala sepuluh ribu orang berhaji dan berumrah dan sepuluh ribu orang mati syahid. Dan sesiapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, maka Allah akan menaikkan dengan tiap anak rambut satu darjat. Sesiapa yang memberi buka puasa pada semua umat Muhammad saw dan mengenyangkan perut mereka.”
     Sahabat pun bertanya, “Ya Rasulullah, Allah telah melebihkan hari Asyura, dan menjadikan bukit dari lain-lain hari.”
     Jawab Rasulullah, “benar, Allah telah menjadikan langit dan bumi pada hari Asyura, dan menjadikan bukit-bukit pada hari Asyura dan menjadikan laut pada hari Asyura dan menjadikan Loh Mahfuz dan Qalam pada hari Asyura dan juga menjadikan Adam dan Hawa pada hari Asyura, dan menjadikan syurga dan neraka serta memasukkan Adam ke syurga pada hari Asyura, dan Allah menyelamatkannya dari api pada hari Asyura dan menyembuhkan dari bala pada Nabi Ayub.
     Pada hari Asyura juga Allah memberi taubat kepada Adam dan diampunkan dosa Nabi Daud, juga kembalinya kerajaan Nabi Sulaiman pada hari Asyura dan kiamat akan terjadi pada hari Asyura.” Maka pada hari itu ( 10 Muharam) Nabi Adam dan Nabi Nuh a.s berpuasa kerana bersyukur kepada Allah kerana hari itu merupakan hari taubat mereka diterima oleh Allah setelah beratus-ratus tahun lamanya memohom keampunan.
     Pada hari itu juga, hari pembebasan bagi orang-orang Islam yang telah sekian lama dikongkong oleh Firaun, di mana hari itu mereka diselamatkan dari kejahatan dan kezaliman Firaun yang selama ini mengancam agama dan menggugat iman mereka. Dengan tenggelamnya Firaun, Haman, Qarun dan istana mereka bererti berakhirlah sudah kezaliman musuh-musuh Allah buat masa itu. Terselamatlah tentera Nabi Musa dari musuh dengan mukjizat yang Allah berikan, maka mereka berpuasa kerana kesyukuran yang tidak terhingga kepada Allah swt.
     Imam Ghozali menyebutkan beberapa peristiwa itu dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub:
1. Allah menciptakan Nabi Adam, memasukkannya ke dalam surga, menurunkannya ke bumi dan menerima taubatnya.
2. Diciptakannya Arasy, Kursi, mataharai, bulan dan bintang.
3. Nabi Idris a.s di bawa ke langit, sebagai tanda Allah menaikkan darjat baginda.
4. Berlabuhnya perahu Nabi Nuh a.s setelah banjir yang melanda seluruh alam.
5. Nabi Ibrahim dilahirkan, diangkat sebagai Khalilullah (kekasih Allah) dan diselamatkan dari api yang dinyalakan oleh Namrud.
6. Allah menerima taubat Nabi Daud kerana Nabi Daud.
7. Allah mengangkat Nabi Isa ke langit.
8. Allah menyelamatkan Nabi Musa dari kekejaman Firaun.
9. Allah menenggelamkan Firaun, Haman dan Qarun serta semua hartanya ke dalam bumi. 10 Muharam, merupakan berakhirnya kekejaman Firaun buat masa itu.
10. Allah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan setelah berada selama 40 hari di dalamnya.
11. Allah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman a.s.
12. Keluarnya Nabi Yusuf dari penjara.
13. Nabo Ya'kub dapat melihat kembali dari kebutaannya.
14. Nabi Ayyub disembuhkan dari penyakitnya.
15. Hujan pertama yang turun ke bumi.
16. Syahidnya Sayyidina Husein a.s, cucu Nabi Muhammad SAW di Karbala.
      Nabi saw telah bersabda dengan maksudnya: “Saya dahulu telah menyuruh kamu berpuasa sebagai perintah wajib puasa Asyura, tetapi kini terserahlah kepada sesiapa yang suka berpuasa, maka dibolehkan berpuasa dan sesiapa yang tidak sukar boleh meninggalkannya.”
     Begitulah sabda Rasulullah di mana puasa pada hari Asyura ini sangat-sangat dituntut. Kalau tidak memberatkan umat baginda, maka diwajibkan. Oleh kerana takut memberatkan umatnya, maka hukumnya adalah sunat.

Minggu, 05 Desember 2010

Nasehat Dunia (Ali Bin Abi Thalib)

Hati-hatilah terhadap dunia yang menipu dan memperdayakan ini. Ia telah berhias dengan perhiasannya, membujuk dengan tipu dayanya, dan menyesatkan dengan harapan-harapannya. Dunia bersolek bagi para peminangnya sehingga ia seperti pengantin wanita yang dipertontonkan, lalu setiap mata memandangnya, jiwa tergila-gila dan hatipun berhasrat kepadanya.

Dunia ini akan membinasakan orang yang merasa aman daripadanya dan orang yang waspada terhadapnya akan mendapatkannya. Maka, ambilah apa dari dunia ini yang mendatangimu dan berpalinglah dari apa yang berpaling darimu.

Dunia ini adalah kendaraan bagi seseorang untuk berangkat menuju Tuhannya, karena dunia diciptakan untuk selain dirinya (untuk akhirat), maka perbaikilah kendaraan kalian, niscaya ia akan menyampaikan kepada Tuhan kalian.
Wahai manusia, sesungguhnya dunia adalah negeri yang sekedar dilalui, sedangkan akhirat adalah tempat kediaman yang abadi. Oleh karena itu ambilah bekal dari tempat yang kalian lalui ini untuk kelak di tempat kediaman yang abadi.

Permulaan dunia adalah kesusahpayahan dan akhirnya adalah kehancuran. Halalnya dihisab, haramnya adalah siksaan. Siapa yang sehat didalamnya, dia aman. Siapa yang sakit didalamnya, dia menyesal. Yang mengais kekayaan didalamnya, mendapat ujian. Dan yang fakir didalamnya dia bersedih. Yang berusaha mendapatkannya, akan luput darinya, dan yang menahan diri daripadanya, dunia akan mendatanginya. Siapa yang memandang kepadanya, dunia akan membutakan hatinya, dan siapa yang merenungkannya, dunia akan membukakan pandangannya.

Kamis, 02 Desember 2010

Rendah Hati

1. Rendah hati (tawadhu) adalah suatu kenikmatan yang tidak dimengerti oleh orang yang dengki.
2. Sombong terhadap orang-orang yang sombong adalah tawadhu itu sendiri.
3. Rendah hati termasuk salah satu cara mendapatkan kemuliaan.
4. Rendah hati membawa kepada keselamatan.
5. Tidak ada nasab (yang lebih mulia) seperti rendah hati.
6. Buah dari rendah hati adalah (mendapatkan) kecintaan.
7. Kerendahhatian seseorang di saat dia memiliki kedudukan menjadi perlindungan baginya ketika dia mengalami kejatuhan.
8. Temuilah orang-orang ketika mereka butuh kepadamu dengan keceriaan dan kerendahhatian. Maka, jika engkau terkena suatu musibah dan keadaan buruk menimpamu, lalu engkau bertemu dengan mereka, maka engkau telah aman dan terlepas dari bahaya kehinaan karena kerendahhatianmu itu.
9. Orang-orang golongan atas, jika mereka terdidik, mereka rendah hati; dan jika mereka menjadi miskin, mereka menyerang.
10. Imam ‘Ali a.s. berkata kepada seseorang yang memuji-mujinya secara berlebihan, sementara kesetiaannya kepada beliau diragukan, “Aku tidak seperti yang kaukatakan, dan ‘di atas’ apa yang engkau sembunyikan di dalam hatimu.”
11. Orang yang rendah hati seperti jurang yang di dalamnya berhimpun air hujan dan air hujan lainnya, sedangkan orang yang sombong seperti bukit yang tidak menetap di dalamnya air hujannya dan air hujan yang lainnya.
12. Jika engkau telah melakukan segala sesuatu, maka jadilah seperti orang yang tidak melakukan apa pun.

Hakikat Basmallah

Dalam suatu hadits Nabi saw. Beliau bersabda, "Setiap kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan, semuanya ada di dalam Al-Qur'an. Dan seluruh kandungan Al-Qur'an ada di datam Al-Fatihah. Dan semua yang ada dalam Al-Fatihah ada di dalam Bismillnahirrahmaanirrahiim."
Disebutkan,"setiap kandungan yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf Baa', dan setiap yang terkandung di dalam Baa’ ada di dalam titik yang berada dibawah Baa'".

Sebagian para Arifin menegaskan, "Dalam perspektif orang yang ma'rifat kepada Allah, Bismillaahirrahmaanirrahim itu kedudukannya sama dengan "kun" dari Allah”.

Perlu diketahui bahwa pembahasan mengenai Bismillahirrahmaanirrahiim banyak ditinjau dari berbagai segi, baik dari segi gramatikal (Nahwu dan sharaf) ataupun segi bahasa (etimologis), disamping tinjuan dari materi huruf, bentuk, karakteristik, kedudukan, susunannya serta keistemewaanya atas huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al-Qur'an, kristalisasi dan spesifikasi huruf-huruf yang ada dalam huruf Baa', manfaat dan rahasianya.

Tujuan kami bukan mengupas semua itu, tetapi lebih pada esensi atau hakikat makna terdalam yang relevan dengan segala hal di sisi Allah swt, Pembahasannya akan saling berkelin dan satu sama lainnya, karena seluruh tujuannya adalah Ma’rifat kepada Allah swt.

Kami memang berada di gerbangNya, dan setiap ada limpahan baru di dalam jiwa maka ar-Ruhul Amin turun di dalam kalbunya kertas. Ketahuilah bahwa Titik yang berada dibawah huruf Baa' adalah awal mula setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala. Sebab huruf itu sendiri tersusun dari titik, dan sudah semestinya setiap Surat ada huruf yang menjadi awalnya, sedangkan setiap huruf itu ada titik yang menjadi awalnya huruf. Karena itu menjadi keniscayaan bahwa titik itu sendiri adalah awal dan pada setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala.

Kerangka hubungan antara huruf Baa' dengan Tititknya secara komprehensfih akan dijelaskan berikut nanti. Bahwa Baa' dalam setiap surat itu sendiri sebagai keharusan adanya dalam Bassmalah bagi setiap surat, bahkan di dalam surat Al-Baqarah. Huruf Baa' itu sendiri mengawali ayat dalam surat tersebut. Karena itu dalam konteks inilah setiap surat dalam Al-Qur'an mesti diawali dengan Baa' sebagaimana dalam hadits di atas, bahwa seluruh kandungan Al-Qur'an itu ada dalam surah Al-Fatihah, tersimpul lagi di dalam Basmalah, dan tersimpul lagi dalam Huruf Baa', akhirnya pada titik.

Hal yang sama , Allah SWT dengan seluruh yang ada secara paripurna sama sekali tidak terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Titik sendiri merupakan syarat-syarat dzat Allah Ta'ala yang tersembunyi dibalik khasanahnya ketika dalam penampakkan-Nya terhadap mahlukNya. Amboi, titik itu tidak tampak dan tidak Layak lagi bagi anda untuk dibaca selamanya mengingat kediaman dan kesuciannya dari segala batasan, dari satu makhraj ke makhraj lainya.
Sebab ia adalah jiwa dari seluruh huruf yang keluar dari seluruh tempat keluarnya huruf. Maka, camkanlah, dengan adanya batin dari Ghaibnya sifat Ahadiyah.

Misalnya anda membaca titik menurut persekutuan, seperti huruf Taa' dengan dua tik, lalu Anda menambah satu titik lagi menjadi huruf Tsaa’, maka yang Anda baca tidak lain kecuali Titik itu sendiri. Sebab Taa' bertitik dua, dan Tsaa' bertitik tiga tidak terbaca,karena bentuknya satu, yang tidak terbaca kecuali titiknya belaka. Seandainya Anda membaca di dalam diri titik itu niscaya bentuk masing-masing berbeda dengan lainnya. Karena itu dengan titik itulah masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya tidak terbaca kecuali titiknya saja. Hal yang sama dalam perspektif makhluk, bahwa makhluk itu tidak dikenal kecuali Allah.

Bahwa Anda mengenal-Nya dari makhluk sesungguhnya Anda mengenal-Nya dari Allah swt. Hanya saja Titik pada sebagian huruf lebih jelas satu sama lainnya, sehingga sebagian menambah yang lainnya untuk menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang bertitik, kelengkapannya pada titik tersebut. Ada sebagian yang tampak pada kenyataannya seperti huruf Alif dan huruf-huruf tanpa Titik. Karena huruf tersebut juga tersusun dari titik-titik. Oleh sebab itulah, Alif lebih mulia dibanding Baa',karena Titiknya justru menampakkan diri dalam wujudnya, sementara dalam Baa' itu sendiri tidak tampak (Titik berdiri sendiri). Titik di dalam huruf Baa' tidak akan tampak, kecuali dalam rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan. Karena Titik suatu huruf Merupakan kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya menyatu dengan huruf tersebut. Sementara penyatuan itu sendiri mengindikasikan adanya faktor lain, yaitu faktor yang memisahkan antara huruf dengan titiknya.

Huruf Alif itu sendiri posisinya menempati posisi tunggal dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya Anda bisa mengatakan bahwa Baa' itu adalah Alif yang di datarkan Sedang Jiim, misalnya, adalah Alif dibengkokkan' dua ujungnya. Daal adalah Alif yang yang ditekuk tengahnya.

Sedangkan Alif dalam kedudukan titik, sebagai penyusun struktur setiap huruf ibarat Masing-masing huruf tersusun dari Titik. Sementara Titik bagi setiap huruf ibarat Neucleus yang terhamparan. Huruf itu sendiri seperti tubuh yang terstruktur. Kedudukan Alif dengan kerangkanya seperti kedudukan Titik. Lalu huruf-huruf itu tersusun dari Alif sebagimana kita sebutkan, bahwa Baa’ adalah Alif yang terdatarkan.

Demikian pula Hakikat Muhammadiyyah merupakan inti dimana seluruh jagad raya ini diciptakan dari Hakikat Muhammadiyah itu. Sebagaimana hadits riwayat Jabir, yang intinya Allah swt. menciptakan Ruh Nabi saw dari Dzat-Nya, dan menciptakan seluruh alam dari Ruh Muhammad saw. Sedangkan Muhammad saw. adalah Sifat Dzahirnya Allah dalam makhluk melalui Nama-Nya dengan wahana penampakan Ilahiyah.

Anda masih ingat ketika Nabi saw. diisra'kan dengan jasadnya ke Arasy yang merupakan Singgasana Ar-Rahman. Sedangkan huruf Alif, walaupun huruf-huruf lain yang tanpa titik sepadan dengannya, dan Alif merupakan manifestasi Titik yang tampak di dalamnya dengan substansinya Alif memiliki nilai tambah dibanding yang lain. Sebab yang tertera setelah Titik tidak lain kecuali berada satu derajat. Karena dua Titik manakala disusun dua bentuk alif, maka Alif menjadi sesuatu yang memanjang. Karena dimensi itu terdiri dari tiga: Panjang, Lebar dan Kedalaman.

Sedangkan huruf-huruf lainnya menyatu di dalam Alif,seperti huruf Jiim. Pada kepala huruf Jiim ada yang memanjang, lalu pada pangkal juga memanjang, tengahnya juga memanjang. Pada huruf Kaaf misalnya, ujungnya memanjang, tengahnya juga memanjang namun pada pangkalnya yang pertama lebar. Masing-masing ada tiga dimensi. Setiap huruf selain Alif memiliki dua atau tiga jangkauan yang membentang. Sementara Alif sendiri lebih mendekati titik. Sedangkan titik , tidak punya bentangan. Hubungan Alif diantara huruf-huruf yang Tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para Nabi dan para pewarisnya yang paripurna. Karenanya Alif mendahului semua huruf.

Diantara huruf-huruf itu ada yang punya Titik di atasnya, ada pula yang punya Titik dibawahnya,Yang pertama (titik di atas) menempatip osisi "Aku tidak melihat sesuatu sebelumnya) kecuali melihat Allah di sana".

Diantara huruf itu ada yang mempunyai Titik di tengah, seperti Titik putih dalam lobang Huruf Mim dan Wawu serta sejenisnya, maka posisinya pada tahap, "Aku tidak melihat sesuatu kecuali Allah didalamnya." Karenanya titik itu berlobang, sebab dalam lobang itu tampak sesuatu selain titik itu sendiri Lingkaran kepada kepala Miim menempati tahap, "Aku tidak melihat sesuatu" sementara Titik putih menemptai "Kecuali aku melihat Allah di dalamnya."

Alif menempati posisi "Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu sesungguhnya mereka itu berbaiat kepada Alllah." Kalimat "sesungguhnya" menempati posisi arti "Tidak", dengan uraian "Sesungguhnya orang-orang berbaiat" kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu, kecuali berbaiat kepada Allah."

Dimaklumi bahwa Nabi Muhammad saw. dibaiat, lalu dia bersyahadat kepada bersyahadat kepada Allah pada dirinya sendiri, sesungguhnya tidaklah dia itu berbaiat kecuali berbaiat kepada Allah. Artinya, kamu sebenarnya tidak berbaiat kepada Muhammad saw. tetapi hakikat-nya berbaiat kepada Allah swt. Itulah arti sebenarnya dari Khilafah tersebut.
Menurut Ibnu Araby dalam Kitab Tafsir Tasawufnya, "Tafsirul Qur'anil Karim" menegaskan, bahwa dengan (menyebut) Asma Allah, berarti Asma-asma Allah Ta’ala diproyeksikan yang menunjukkan keistimewaan-nya, yang berada di atas Sifat-sifat dan Dzat Allah Ta'ala. Sedangkan wujud Asma itu sendiri
menunjukkan arah-Nya, sementara kenyataan Asma itu menunjukkan Ketunggalan-Nya.

Allah itu sendiri merupakan Nama bagi Dzat (Ismu Dzat) Ketuhanan. dari segi Kemutlakan Nama itu sendiri. Bukan dari konotasi atau pengertian penyifatan bagi Sifat-sifat-Nya, begitu pula bukan bagi pengertian "Tidak membuat penyifatan".

"Ar- Rahman" adalah predikat yang melimpah terhadap wujud dan keparipurnaan secara universal. menurut relevansi hikmah.

dan relevan dengan penerimaan di permulaan pertama.

"Ar-Rahiim" adalah yang melimpah bagi keparipurnaan maknawi yang ditentukan bagi manusia jika dilihat dari segi pangkal akhirnya. Karena itu sering. disebutkan, "Wahai Yang Muha Rahman bagi Dunia dan akhirat, dan Maha Rahim bagi akhirat".

Artinya, adalah proyeksi kemanusiaan yang sempuma, dan rahmat menyeluruh, baik secara umum maupun khusus, yang merupakan manifestasi dari Dzat Ilahi. Dalam konteks, inilah Nabi Muhammad saw. Bersabda, "Aku diberi anugerah globalitas Kalam, dan aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (menuju) paripurna akhlak".

Karena. kalimat-kalimat merupakan hakikat-hakilkat wujud dan kenyataannya. Sebagaimana Isa as, disebut sebagai Kalimah dari Allah, sedangkan keparipurnaan akhlak adalah predikat dan keistimewaannya. Predikat itulah yang menjadi sumber perbuatan-perbuatan yang terkristal dalam jagad kemanusiaan. Memahaminya sangat halus. Di sanalah para Nabi - alaihimus salam - meletakkan huruf-huruf hijaiyah dengan menggunakan tirai struktur wujud. Kenyataan ini bisa djtemukan dalam periode! Isa as, periode Amirul Mukminin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, dan sebagian masa sahabat, yang secara keseluruhan menunjukkan kenyataan tersebut.

Disebutkan, bahwa Wujud ini muncul dari huruf Baa’ dari Basmalah. Karena Baa’ tersebut mengiringi huruf Alif yang tersembunyi, yang sesungguhnya adalah Dzat Allah. Disini ada indikasi terhadap akal pertama, yang merupakan makhluk awal dari Ciptaan Allah, yang disebutkan melalui firman-Nya, "Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih Kucintai dan lebih Kumuliakan ketimbang dirimu, dan denganmu Aku memberi. denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi pahala dan denganmu Aku menyiksa". (Al-hadits).

Huruf-huruf yang terucapkan dalam Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang tertera dalam tulisan berjumlah 19 huruf. Apabila kalimat-kalimat menjadi terpisah. maka jumlah huruf yang terpisah menjadi 22.

Delapan belas huruf mengisyaratkan adanya alam-alam yang dikonotasikannya dengan jumlahnya. 18 ribu alam. Karena huruf Alif merupakan hitungan sempurna yang memuat seluruh struktur jumlah. Alif merupakan induk dari seluruh strata yang tidak lagi ada hitungan setelah Alif. Karena itu dimengerti sebagai induk dari segala induk alam yang disebut sebagai Alam Jabarut, Alam Malakut, Arasy, Kursi, Tujuh Langit., dan empat anasir, serta tiga kelahiran yang masing masing terpisah dalam bagian-bagian tersendiri.

Sedangkan makna sembilan belas, menunjukkan penyertaan Alam Kemanusiaan. Walau pun masuk kategori alam hewani, namun alam insani itu menurut konotasi kemuliaan dan universalitasnya atas seluruh alam dalam bingkai wujud, toh ada alam lain yang memiliki ragam jenis yang prinsip. Ia mempunyai bukti seperti posisi Jibril diantara para Malaikat.
Tiga Alif yang tersembunyi yang merupakan pelengkap terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan perunjuk pada Alam Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af 'aal. Yaitu tiga Alam ketika dipisah-pisah, dan Satu Alam ketika dinilai dari hakikatnya.

Sementara tiga huruf yang tertulis menunjukkan adanya manifestasi alam-alam tersebut pada tempat penampilannya yang bersifat agung dan manusiawi.

Dan dalam rangka menutupi Alam Ilahi, ketika Rasulullah saw, ditanya soal Alif yang melekat pada Baa', "dari mana hilangnya Alif itu?" Maka Rasulullah saw, menjawab, "Dicuri oleh Syetan".

Diharuskannya memanjangkan huruf Baa'nya Bismillah pada penulisan, sebagai ganti dari Alifnya, menunjukkan penyembunyian Ketuhanannya predikat Ketuhanan dalam gambaran Rahmat yang tersebar. Sedangkan penampakannya dalam potret manusia, tak akan bisa dikenal kecuali oleh ahlinya. Karenanya, dalam hadist disebutkan, "Manusia diciptakan menurut gambaran Nya".

Dzat sendiri tersembunyikan oleh Sifat, dan Sifat tersembunyikan oleh Af'aal. Af'aal tersembunyikan oleh jagad-jagad dan makhluk.

Oleh sebab itu, siapa pun yang meraih Tajallinya Af'aal Allah dengan sirnanya tirai jagad raya, maka ia akan tawakkal. Sedangkan siapa yang meraih Tajallinya Sifat dengan sirnanya tirai Af'aal, ia akan Ridha dan Pasrah. Dan siapa yang meraih Tajallinya Dzat dengan terbukanya tirai Sifat, ia akan fana dalam kesatuan. Maka ia pun akan meraih Penyatuan Mutlak. Ia berbuat, tapi tidak berbuat. Ia membaca tapi tidak membaca "Bismillahirrahmaanirrahiim".

Tauhidnya af'aal mendahului tauhidnya Sifat, dan ia berada di atas Tauhidnya Dzat. Dalam trilogi inilah Nabi saw, bermunajat dalam sujudnya, "Tuhan, Aku berlindung dengan ampunanmu dari siksaMu, Aku berlindung dengan RidhaMu dari amarah dendamMu, Aku berlindung denganMu dari diriMu".

Tarekat Tijaniyah

Tarekat Tijaniyah adalah salah satu dari gerakan tarekat yang didirikan oleh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani (1737-1815), salah seorang tokoh dari gerakan "Neosufisme". Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman secara ketat ketentuan-ketentuan syari'at dan berupaya sekuat tenaga untuk menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan TuhaN.
At-Tijani dilahirkan pada tahun 1150/1737 di 'Ain Madi, bagian selatan Aljazair. Sejak umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Quran dan giat mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah menjadi guru. Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun. Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya. Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan intelektualnya ke Tilimsan selama lima tahun.
Pada tahun 1186 (1772 - 1773), dia menuju Hijaz untuk menunaikan ibadah haji, dan meneruskan belajar di Makkah dan Madinah. Di dua kota Haramain ini, dia lebih banyak memfokuskan diri untuk berguru kepada banyak tokoh tarekat sufi dan mengamalkan ajarannya. Di antara tarekat yang dipelajarinya, misalnya Tarekat Qadiriyah, Thaibiyah, Khalwatiyah, dan Sammaniyah. Di Madinah dia belajar langsung kepada seorang tokoh sufi, Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman, pendiri tarekat Sammaniyah, yang mengajarinya ilmu-ilmu rahasia batin. Kemudian dari Makkah dan Madinah, dia menuju Kairo dan menetap untuk beberapa lama di sana. Pada tahun 1196 (1781 - 1782), atas saran dari seorang syekh sufi yang baru dikenalinya, dia kembali ke Tilimsan untuk mendirikan tarekat sendiri yang independen. Di sana at-Tijani mengadakan khalwat khusus, yakni memutuskan kontak dengan masyarakat sampai mendapatkan ilham (fath/kasyf).

Dalam fath yang diterimanya, dia mengaku bahwa hal itu terjadi dalam keadaan terjaga. Ketika itu, Nabi SAW mendatanginya dan memberitahukan bahwa dirinya tidaklah berhutang budi pada syekh tarekat mana pun.

Karena menurut dia, Nabi sendiri-lah yang selama ini menjadi pembimbingnya dalam bertarekat. Selanjutnya, Nabi SAW menyuruh dia untuk meninggalkan segala sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya berkenaan dengan tarekat. Bahkan dia juga diberi izin untuk mendirikan tarekat sendiri disertai wirid yang mesti diajarkan kepada masyarakat, yaitu istighfar dan shalawat yang diucapkan masing-masing sebanyak 100 kali.

Setelah kejadian itu, ia kembali ber'uzlah di padang pasir dan berdiam di oase Bu Samghun. At-Tijani tampaknya menghadapi tekanan dari kaum otorita Turki. Di tempat inilah ia menerima ilham yang terakhir (1200/1786).

Dalam fath ini Nabi SAW memberikan tambahan wirid, yaitu tahlil yang harus diucapkan sebanyak 100 kali. Nabi SAW juga mengatakan bahwa at-Tijani adalah penunggu yang akan menyelamatkan hamba Allah yang durhaka. Pada tahun 1213/1798, dia meninggalkan 'uzlahnya dari padang pasir dan pindah ke Maroko untuk memulai menjalankan misi yang lebih luas lagi, dari kota Fes. Di kota ini dia diterima baik oleh penguasa Maulay Sulaiman dan tetap tinggal di sana sampai wafatnya pada 22 September 1815, dalam usia 80 tahun.

Meskipun dia banyak bertarekat dan menjadi muqaddam khalwatiyah (at-Tijani mempunyai silsilah Khalwatiyah), tetapi pada perkembangan selanjutnya, yakni setelah menjalani hidup sufistik secara ketat dan keras, dia kemudian mendirikan tarekat yang independen, yang diyakini atas izin Nabi SAW.

Tarekat yang didirikan at-Tijani ini agak unik dan sedikit banyak berbeda dengan tarekat-tarekat lain terutama soal silsilahnya. Misalnya dari Syekh Ahmad, sang pendiri, langsung kepada Nabi SAW, melintas jarak waktu 12 abad. Begitu juga anggota tarekat ini bukan hanya tidak dibenarkan untuk memberikan bait 'ahd kepada syekh mana pun, tetapi juga melakukan dzikir untuk wali lain dan dirinya serta wali-wali dari tarekatnya. Menurut at-Tijani, Tuhan tidak menciptakan dua hati dalam hati manusia, dan oleh karenanya tak seorang pun dapat melayani dua orang mursyid sekaligus.

Lagi pula, bagaimana mungkin seorang salik akan bisa sempurna menempuh suatu jalan, sedangkan pada waktu bersamaan ia juga sedang menampuh (mengambil) jalan lain?
Sejak tinggal di kota Fes ini, at-Tijani lebih berkonsentrasi pada pengembangan tarekatnya sendiri. Sebagai seorang syekh tarekat yang berpengaruh dia berkali-kali diajak oleh penguasa negeri itu untuk bergabung dalam urusan politik. Namun, dia tetap menolak. Sikapnya inilah yang membuat dia semakin disegani, dicintai, dan dihormati, baik oleh penguasa setempat maupun oleh masyarakat sekitarnya. Lebih dari itu, pihak penguasa Maulay Sulaiman, meski permintaannya ditolak, tetap memberikan berbagai hak istimewa kepadanya.

Semula tarekat yang dipimpin at-Tijani ini mendapatkan pengikut di Maghribi karena kecamannya terhadap ziarah ke makam para wali dan mawsin yang populer pada waktu itu. Namun karena perekrutan untuk menjadi muqaddam yang ditetapkan oleh at-Tijani agak longgar, misalnya dengan menunjuk sebagai muqaddam-muqaddam siapa pun yang melakukan bai'at, tanpa mengharuskan latihan selain dalam hukum dan aturan-aturan ritual, dengan tekanan utama pada ditinggalkannya semua ikatan dengan syekh-syekh lama kecuali dirinya. Sehingga setelah at-Tijani wafat, agen-agen tadi telah tersebar luas dan dengan sebuah sistem yang mendukungnya membuat dia mempunyai kekuatan penuh. Tarekat ini dengan segera menyebar luas dari Maghribi hingga Afika Barat, Mesir dan Sudan.

Aktivistas gerakan Tarekat Tijaniyah terbukti sangat positif dan militan. Seperti halnya para pengikut tarekat Qadariyah dan Syadziliyah, para murid tarekat ini berjasa menyebarluaskan Islam ke berbagai kawasan Afrika.

Menurut Coppolani, mereka menyiarkan Islam di kalangan pemeluk animisme dengan persaudaraan-persaudaraan sufi lainnya dan berada di garis terdepan dalam melakukan perlawanan terhadap ekspansi kolonialisme. Dari at-Tijani lalu diwakili oleh tokoh lainnya seperti al-Hajj Umar di Sudan Barat. Di Republik Turki, sebuah kelompok kecil penganut Tarekat Tijaniyah, adalah orang-orang muslim pertama yang secara terbuka menetang rezim sekulerisme sekitar tahun 1950.

Tarekat ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1920-an, setelah disebarkan di Jawa Barat oleh seorang ulama pengembara kelahiran Makkah, Ali bin Abdullah at-Tayyib al-Azhari, yang telah menerima ijazah untuk mengajarkan tarekat ini dari dua orang syekh yang berbeda. Dan, pada tahun-tahun berikutnya, beberapa orang Indonesia yang belajar di Makkah menerima bai'at untuk menjadi pengikut Tarekat Tijaniyah dan mendapat ijazah untuk mengajar dari para guru yang masih aktif di sana.

Ini terjadi setelah serbuan Wahabi kedua terhadap Makkah pada tahun 1824, dan kebanyakan tarekat lain tidak dapat lagi menyebarkan ajaran pengkultusan terhadap para wali, tampaknya masih dapat ditolelir.

Ajaran dan Dzikir Tarekat Tijaniyah
Sejauh ini at-Tijani tidak meninggalkan karya tulis tasawuf yang diajarkan dalam tarekatnya. Ajaran-ajaran tarekat ini hanya dapat dirujuk dalam bentuk buku-buku karya murid-muridnya, misalnya Jawahir al-Ma'ani wa Biligh al-Amani fi-Faidhi as-Syekh at-Tijani, Kasyf al-Hijab Amman Talaqqa Ma'a at-Tijani min al-Ahzab, dan As-Sirr al-Abhar fi-Aurad Ahmad at-Tijani. Dua kitab yang disebut pertama ditulis langsung oleh murid at-Tijani sendiri, dan dipakai sebagai panduan para muqaddam dalam persyaratan masuk ke dalam Tarekat Tijaniyah pada abad ke-19.

Meskipun at-Tijani menentang keras pemujaan terhadap wali pada upacara peringatan haii tertentu dan bersimpati kepada gerakan reformis kaum Wahabi, tetapi dia sendiri tidak menafikan perlunya wali (perantara) tersebut. At-Tijani sangat menekankan perlunya perantara (wali) antara Tuhan dan manusia, yang berperan sebagai wali zaman. Oleh karena itu, buku panduan Tijani kalimatnya dimulai dengan, "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan sarana kepada segala sesuatu dan menjadikan sang Syekh perantara sarana untuk manunggal dengan Allah". Dalam hal ini, perantara itu tak lain adalah dia sendiri dan penerusnya. Dan sebagaimana tarekat-tarekat lain, tarekat ini juga menganjurkan agar anggota-anggotanya mengamalkan ajaran dengan menggambarkan wajah syekh tersebut dalam ingatan mereka, dan mengikuti seluruh nasehat syekh dengan tenang.

Tarekat Tijaniyah mempunyai wirid yang sangat sederhana dan wadhifah yang sangat mudah. Wiridnya terdiri dari Istighfar, Shalawat dan Tahlil yang masing-masing dibaca sebanyak 100 kali. Boleh dilakukan dua kali dalam sehari, setelah shalat Shubuh dan Ashar. Wadhifahnya terdiri dari Istghfar (astaghfirullah al-adzim alladzi laa ilaha illa hua al hayyu al-qayyum) sebanyak 30 kali, Shalawat Fatih (Allahumma shalli 'ala sayyidina Muhammad al-fatih lima ughliqa wa al-khatim lima sabaqa, nasir al-haqq bi al-haqq wa al-hadi ila shirat al-mustaqim wa'ala alihi haqqaqadruhu wa miqdaruh al-adzim) sebanyak 50 kali, Tahlil (La ilaaha illallah) sebanyak 100 kali, dan ditutup dengan doa Jauharatul Kamal sebanyak 12 kali.

Pembacaan wadhifah ini juga paling sedikit dua kali sehari semalam, yaitu pada sore dan malam hari, tetapi lebih afdlal dilakukan pada malam hari. Selain itu, setiap hari Jum'at membaca Hayhalah, yang terdiri dari dzikir tahlil dan Allah, Allah, setelah shalat Ashar sampai matahari terbenam. Dalam hal dzikir ini at-Tijani menekankan dzikir cepat secara berjamaah. Beberapa syarat yang ditekankan tarekat ini untuk prosesi pembacaan wirid dan wadhifah: berwudlu, bersih badan, pakaian dan tempat, menutup aurat, tidak boleh berbicara, berniat yang tegas, serta menghadap kiblat.

Satu hal yang penting dicatat dari dzikir Tarekat Tijaniyah -- yang membedakannya dengan tarekat-tarekat lain -- adalah bahwa tujuan dzikir dalam tarekat ini, sebagaimana dalam Tarekat Idrisiyyah, lebih menitikberatkan pada kesatuan dengan ruh Nabi SAW, bukan kemanunggalan dengan Tuhan, hal mana merupakan perubahan yang mempengaruhi landasan kehidupan mistik. Oleh karena itu, anggota tarekat ini juga menyebut tarekat mereka dengan sebutan At-Thariqah Al-Muhammadiyyah atau At-Thariqah al-Ahmadiyyah, termanya merujuk langsung kepada nama Nabi SAW. Akibatnya, jelas tarekat ini telah memunculkan implikasi yang ditandai dengan perubahan-perubahan mendadak terhadap asketisme dan lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas praktis. Hal ini tampak sekali dalam praktik mereka yang tidak terlalu menekankan pada bimbingan yang ketat, dan penolakan atas ajaran esoterik, terutama ekstatikdan metafisis sufi.

Berikut petikan dari kitab As-sirr al-Abhar Ahmad at-Tijani yang menyangkut berbagai tata tertib, aturan dan dzikir dalam tarekat ini:

"Anda haruslah seorang muslim dewasa untuk melaksanakan awrad, sebab hal (awrad) itu adalah karya Tuhannya manusia. Anda harus meminta izin kepada orang tua sebelum mengambil thariqah, sebab ini adalah salah satu sarana untuk wushul kepada Allah. Anda harus mencari seseorang yang telah memiliki izin murni untuk mentasbihkan Anda ke dalam awrad, supaya Anda dapat behubungan baik dengan Allah.

Anda sebaiknya terhindar sepenuhnya dari awrad lain manapun selain awrad dari Syekh Anda, sebab Tuhan tidak menciptakan dua hati di dalam diri Anda. Jangan mengunjungi wali manapun, yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, sebab tidak seorang pun dapat melayani dua mursyid sekaligus. Anda harus disiplin dan menjalankan shalat lima waktu dalam jamaah dan disiplin dalam menjalankan ketentuan-ketentuan syari'at, sebab semua itu telah ditetapkan oleh makhluk terbaik (Nabi SAW). Anda harus mencintai Syekh dan khalifahnya selama hidup Anda, sebab bagi makhluk biasa cinta semacam itu adalah sarana untuk kemanunggalan: dan jangan berfikir bahwa Anda mampu menjaga diri Anda sendiri dari Kreativitas Tuhan Semesta, sebab ini adalah salah satu ciri dari kegagalan.

Anda dilarang untuk memfitnah, atau menimbulkan permusuhan terhadap Syekh Anda, sebab hal itu akan membawa kerusakan pada diri Anda. Anda dilarang berhenti untuk melantunkan awrad selama hidup Anda, sebab awrad itu mengandung misteri-misteri Sang Pencipta. Anda harus yakin bahwa Syekh mengatakan kepada Anda tentang kebijakan-kebijakan, sebab itu semua termasuk ucapan-ucapan Tuhan Yang Awal dan Yang Akhir.

Anda dilarang mengkritik segala sesuatu yang tampak aneh dalam thariqah ini, atau Penguasa Yang Adil akan mencabut Anda dari kebijak-kebijakan.

Jangan melantunkan wirid Syekh kecuali sesudah mendapat izin dan menjalani pentasbihan (talqin) yang selayaknya, sebab itu keluar dalam bentuk ujaran yang lugu. Berkumpullah bersama untuk wadhifah dan dzikir Jum'at dengan persaudaraan, sebab itu adalah penjagaan terhadap muslihat syetan. Anda dilarang membaca Jauharat al-Kamal kecuali dalam keadaan suci dari hadats, sebab Nabi SAW akan hadir dalam pembacaan ketujuh.

Jangan menginterupsi (pelantunan yang dilakukan oleh) siapa pun, khususnya oleh sesama sufi, sebab interupsi semacam itu adalah cara-cara syetan. Jangan kendur dalam wirid Anda, dan jangan pula menundanya dengan dalih apa pun atau yang lain, sebab hukuman akan jatuh kepada orang yang mengambil wirid lantas meninggalkan sama sekali atau melupakannya, dan dia akan menjadi hancur. Jangan pergi dan mengalihkan awrad tanpa izin yang layak untuk malakukan itu, sebab orang yang melakukan hal itu dan tidak bertaubat niscaya akan sampai kepada kejahatan dan kesengsaraan akan menimpanya. Anda dilarang memberitahukan wirid kepada orang lain kecuali saudara Anda dalam thariqah, sebab itu adalah salah satu pokok etika sains spiritual".

Setiap tarekat memiliki satu atau lebih doa kekuatan khusus, misalnya Hizb al-Bahr milik Tarekat Syadziliyah, Subhan ad-Daim Isawiyah, Wirid as-Sattar milik Khalwatiyah, Awrad Fathiyyah milik Hamadaniyyah, dan lain-lain. Ciri khusu dari dzikir dan wirid yang menjadi andalan milik penuh tarekat ini adalah Shalawat Fatih dan Jauharat al-Kamal. Mengenai Shalawat Fatih, at-Tijani mengatakan bahwa dirinya telah memperintahkan untuk mengucapkan doa-doa ini oleh Nabi SAW sendiri. Meskipun pendek, doa itu dianggap mengandung kebaikan dalam delapan jenis: orang yang membaca sekali, dijamin akan menerima kebahagiaan dari dua dunia; juga membaca sekali akan dapat menghapus semua dosa dan setara dengan 6000 kali semua doa untuk memuji kemuliaan Tuhan, semua dzikir dan doa, yang pendek maupun yang panjang, yang pernah dibaca di alam raya. Orang yang membacanya 10 kali, akan memperoleh pahala yang lebih besar dibanding yang patut diterima oleh sang wali yang hidup selama 10 ribu tahun tetapi tidak pernah mengucapkannya. Mengucapkannya sekali setara dengan doa seluruh malaikat, manusia, jin sejak awal penciptaan mereka sampai masa ketika doa tersebut diucapkan, dan mengucapkannya untuk yang kedua kali adalah sama dengannya (yaitu setara dengan pahala dari yang pertama) ditambah dengan pahala dari yang pertama dan yang kedua, dan seterusnya.

Tentang Jauharat al-Kamal, yang juga diajarkan oleh Nabi SAW sendiri kepada at-Tijani, para anggota tarekat ini meyakini bahwa selama pembacaan ketujuh Jauharat al-Kamal, asalkan ritual telah dilakukan sebagaimana mestinya, Nabi SAW beserta keempat sahabat atau khalifah Islam hadir memberikan kesaksian pembacaan itu. Wafatnya Nabi SAW tidaklah menjadi tirai yang menghalangi untuk selalu hadir dan dekat kepada mereka. Bagi at-Tijani dan anggota tarekatnya, tidak ada yang aneh dalam hal kedekatan ini. Sebab wafatnya Nabi SAW hanya mengandung arti bahwa dia tidak lagi dapat dilihat oleh semua manusia, meskipun dia tetap mempertahankan penampilannya sebelum dia wafat dan tetap ada di mana-mana: dan dia muncul dalam impian atau di siang hari di hadapan orang yang disukainya.